Setelah beberapa hari
menjelajahi negeri kaya Brunei, selepas waktu Shubuh aku meninggalkan Hostel
Pusat Belia menuju Pasar Tamu Kianggeh. Dengan ransel di punggung berjalan ke
sana untuk sarapan dan pamitan pada pemilik kedai makanan langgananku. Tepat
pukul 06.20 pagi dari Kianggeh jalan kaki ke Terminal Bus Bandar, kemudian cari
bus jurusan ke Muara. Aku naik Bus no 39, sebetulnya ada bus lain ke Muara no.
37 dan 38 masing-masing mempunyai rute yang berbeda.
Perjalanan ke Muara
ditempuh dalam 40 menitan, dan ongkosnya 1 $ BND. Dari Muara dilanjutkan
dengan bus lain no. 33 ke Pelabuhan Ferry Serasa. Untuk bisa connect dengan Bus
no 33 ke Serasa nggak usah bayar lagi, syaratnya karcis bus dari Bandar ke
Muara harus distempel petugas di Muara. Petugas yang men-stempel adalah
seorang ibu asal Jakarta.
Pemberhentian bus di
Muara sangat sederhana, di situ hanya ada pelataran yang tidak begitu luas.
Yang ada hanya beberapa ruko saja, jadi suasananya sangat
sepi. Menuju ke Pelabuhan Ferry Serasa
ada kalanya harus menunggu bus 33 tiba, walaupun waktu tempuhnya hanya 7 menitan.
Tiket ferry cepat
‘Suria’ dari Serasa ke Labuan kubeli di loket seharga 17 $ BND. Tepat
pukul 08.30 pagi para calon penumpang memasuki imigrasi untuk keluar negara
Brunei. Ferry semacam jet foil melaju selama 1 jam menuju Pulau Labuan milik Malaysia,
oleh karena itu ketika keluar dari ferry aku harus menuju imigrasi negara
Malaysia.
Sudah aku putuskan
kalau aku tidak akan beli tiket di Labuan untuk naik ferry cepat menuju
Pelabuhan Jesselton, KK. Karena biasanya
harus menunggu lama di Labuan sampai ferry berangkat. Untuk mempersingkat waktu
dan menikmati variasi beberapa moda transportasi, aku pilih naik boat
dari Labuan ke Menumbok. Waktu tempuhnya sekitar 20 menit dan harga tiketnya 15
RM. Boat kecil (LM) kapasitas 15 penumpang meninggalkan Pelabuhan Duty Free
Labuan membelah lautan menuju Menumbok. Kami semua terpental-pental di dalam
boat karena boat melesat cepat menerjang gelombang. Selain boat (LM), ada
juga Ferry namun waktu tempuhnya lebih lama yakni 1 jam.
Akhirnya aku tiba di
desa kecil Menumbok. Di dekat pelabuhan ada parkiran untuk kendaraan umum, pasar
tradisional Menumbok dan rupanya bus ke KK sudah stand by di situ yang akan berangkat
pukul satu siang. Sebelum melanjutkan perjalanan ke KK, aku mampir dulu ke
kedai menikmati sop tulang, nasi kosong (nasi putih) dan segelas teh o ice,
semuanya 8,5 RM.
Sehabis makan sup
tulang, aku naik bus menuju KK dengan waktu tempuh 3 jam dan ongkosnya sudah
naik jadi 18 RM sejak tanggal 16 Oktober 2012. Bus mulai meninggalkan Menumbok
melewati Kuala Penyu, Beaufort, Putatan, Tanjung Aru dan akhirnya KK. Itulah
jalur bus dari Menumbok ke KK yang terbilang lancar, menembus jalan yang lebar
dan mulus. Bus melewati perkebunan, persawahan dan lahan kosong. Memperhatikan
fasilitas publik di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan Malaysia ini,
semuanya cukup memadai. Ada sekolah, pasar, supplay bahan bakar dan bahan pokok
yang cukup membuat warga Malaysia di Sabah bisa hidup normal seperti saudaranya
yang ada di Semenanjung. Hanya saja menurut salah satu warga mengatakan bahwa
saat ini harga kebutuhan sehari-hari lebih mahal. Sebut saja misalnya 1 liter
petrol (bensin) harganya 1,8 RM atau hampir 6 ribu rupiah, belum lagi harga
kebutuhan yang lain. Kirain hanya di tanah air saja ada bendera negara yang
sobek, di sinipun cukup banyak bendera negara yang sobek atau koyak.
Tiba di KK agak
terlambat karena bus masuk kota bersamaan dengan bubarnya pegawai kantor, lalu
lintas tersendat dalam kemacetan. Bus terakhir berhenti bukan di terminal
melainkan di City Park yang tidak begitu jauh dari Lodge yang akan aku
tinggali. Dari City park aku bertanya kepada awak bus ke arah mana aku harus
berjalan mendapatkan Kinabalu Lodge. Dengan senang hati dan amat detail dia
memberi informasi kepadaku.
Hari pertama di KK
langsung jelajahi pinggir pantai, dari lodge melewati JALAN ENAM BELAS dimana
banyak bar, café dan restoran konsumsi turis, letaknya tepat di depan Hotel
Hyat. Di dekat pinggir pantai ada ikon KK yaitu Sword Fish atau ikan cucut. Ini
adalah goodtime karena pada malam hari denyut Waterfront sangat bergairah.
Tenda-tenda seafood berjejer melayani tamunya, lokasinya sederetan dengan Waterfront, Pasar Filipino dan Craft Market. Di dekat situ ada lagi yang lebih mewah yakni
restoran-restoran seafood kelas atas. Itulah KK
kota pinggir pantai yang cukup modern, di bilang besar tapi kecil, dibilang
kecil tapi besar. Pendek kata kota ini terbilang maju walaupun jauh dari pusat
pemerintahan di semenanjung sana. Bagaimana kalau dibandingkan dengan kota-kota
ibukota provinsi di pulau yang sama, Kalimantan milik Indonesia ? Dibandingkan
Sandakan dan Tawau saja KK lebih maju karena KK adalah Ibukota Sabah, apalagi
kalau dibandingkan dengan kota-kota di Kalimantan Wilayah Indonesia. Hhee …
Kembali ke Lodge
Kinabalu untuk istirahat. Lodge ini sangat bersih, petugasnya kindly bernama
Kery dan Siti, mereka berdua selalu siap membantu kebutuhan tamunya. Di pagi
hari ada simple breakfast berupa roti sandwich, jam, butter, kopi dan teh.
Semuanya self service. Mau mencuci pakaian bisa pakai laundry service atau
cuci sendiri dan menjemurnya di teras atas lodge. Brosur dan
tawaran tour tersedia cukup di lobby, wifi dan 2 unit PC siap dipakai untuk
internet gratis, locker, Aircond, shower dengan air panas atau dingin. Yang
paling penting adalah letaknya yang strategis, berada di kawasan yang disebut
Australian Place.
Keesokan harinya
setelah sarapan, aku jalan kaki menuju Jesselton Point yaitu pelabuhan laut di
KK. Kali ini aku akan eksplor ke beberapa pulau di sekitar KK, yakni Pulau
Sapi, Pulau Manukan dan Pulau Mamutik. Aku pergi ke loket ambil paket ke Pulau
Manukan saja, karena pulau lainnya juga relatif sama dan saling berdekatan
letaknya. Dengan boat ke Pulau Manukan (pp) taripnya 23 RM plus Tax 7,20 RM
total jadi 30,20 RM. Tapi aku punya voucher potongan harga dari lodge sebesar
10 RM, jadi aku cuma bayar 20,20 RM. Lumayanlah dapat harga lebih murah.
Para pelancong sudah
memadati dermaga untuk bersiap menikmati paketnya masing-masing. Untuk
memudahkan perjalanan ini, aku harus ingat-ingat nama company-nya apa. Company
inilah nanti yang akan membawaku ke pulau sana, aku juga harus memperhatikan
seragam kru-nya yang ada tulisan company-nya. Jadi aku nggak perlu bingung
karena mereka akan memandu keberangkatan kami. Masing-masing pelancong
mengambil rompi pelampung, boatpun meluncur dengan kecepatan tinggi,
mengguncang-guncang seisi boat, terkadang air laut sedikit muncrat membasahi
kami. Pertama, boat menyinggahi Pulau Sapi untuk menurunkan beberapa pelancong,
kemudian ke Pulau Mamutik dan terakhir aku sendirian diantar ke Pulau Manukan.
Pulau-pulau kecil yang
indah di tengah lautan yang bersih dan alami ini membuat aku betah berlama-lama
di pulau ini. Selanjutnya lakukan trecking 1,5 km di dalam Pulau Manukan,
sungguh menyenangkan walaupun hanya sendirian. Karena jalan mendaki dan berliku
apalagi sinar matahari begitu terik dan menyengat, otomatis tubuhku basah akibat keringat yang bercucuran. Mampir
ke rumah pondokan petugas pulau yang sedang istirahat di situ bersama 2 orang
temannya. Pondokannya di atas bukit kecil dengan fasilitas yang lengkap. Dia
memberiku air dingin dalam botol besar, “Silakan minum Pak”, katanya. Akupun
menikmatinya dan meminta ijin untuk mengisi botolku yang sudah kosong. Setelah
itu ingin tau juga menikmati makanan yang dijual di kedai Pulau Manukan. Aku
pilih nasi putih plus ayam goreng dan sayur, minumnya air mineral 600 ml,
harganya semua 7 RM.
Pengelolaan pulau-pulau
kecil di sekitar KK amat profesional dan plesir ke sini harganya terjangkau. Tidak heran
pulau-pulau tersebut selalu dipadati para pelancong dari warga Malaysia dan
mancanegara. Di situ tersedia fasilitas untuk snoorkling, trecking, berenang,
diving, parasailing dan souvenir shop, toilet, kedai makanan serta homestay
juga ada. Ingin rasanya mengelola potensi di daerah tempat tinggalku, Malang.
Khan Malang punya Pulau Sempu yang pengelolaannya hanya sekedarnya aja dan
masih jauh dari kesan profesional.
Menikmati beberapa
pulau di sekitar KK aku akhiri pada pukul 3 sore dan boat siap membawa kami
kembali ke dermaga Jesselton Point. Trus disambung lagi dengan jalan kaki
menuju Lodge Kinabalu.
Mengakhiri malam ini di
KK, menjelang Maghrib aku naiki ratusan anak tangga menuju Bukit Bendera.
Suasana hutan yang mulai gelap dan lampu-lampu di situ belum lagi menyala
membuat badan merinding. Apalagi tidak ada satupun orang yang melintas di dalam
hutan ini. Dengan segala nafas yang ada, akhirnya sampai juga di puncak Bukit
Bendera, di situ ada Observatory Hill yang dapat melihat KK dari atas. Gemerlap
lampu-lampu kota mulai menyala semakin menambah indahnya KK di malam hari.
Aku harus melewati
jalan yang sama untuk kembali ke lodge, walaupun jalur anak tangga sudah
diterangi lampu-lampu dalam hutan.
SANDAKAN,
KOTA SERIBU HOTEL
Alarm HP-ku berbunyi
berarti saat ini sudah pukul 5 pagi (pukul 4 di Jawa). Setelah shalat shubuh
dan menyeruput segelas kopi yang aku bawa dari tanah air, aku siap menjelajahi KK kembali. Pertama yang aku datangi adalah Atkinson Clock Tower letaknya hanya
satu jalan dengan lodge, tepatnya di sebelah Balai Polis KK. Menaiki puluhan
anak tangga, hanya dalam 3 menitan aku tiba di Clock Tower yang berada di atas
ketinggian. Kemudian ke Ikon KK yaitu ‘Sword Fish’ atau ‘Ikan Cucut’ di pinggir
pantai KK dan short trip ini aku akhiri dengan hunting foto ke beberapa obyek
menarik di sekitaran pantai.
Perut di pagi hari
harus segera diisi, setelah melihat-lihat Sunday Market yang digelar setiap
hari Minggu di Gaya Street, aku makan di Resto Nuriyana milik Pak Yanto asal
Malang. Sebelumnya aku kenal beliau ketika bertemu di Observatory Hill @Bukit
Bendera. Nikmati soto daging plus es teh ditaripi Pak Yanto 6,8 RM tapi aku
hanya disuruh bayar 6 RM saja.
Dari informasi yang aku
dapat, kalau Pak Yanto sudah jadi warga Malaysia sejak tahun 90an ketika ada
Pemilu di Malaysia. Sedangkan isterinya masih sebagai warga Indonesia. Pak Yanto adalah
salah satu orang yang sukses membuka restoran masakan Indonesia tapi cita rasa
disesuaikan dengan lidah Melayu. Dia menyewa tempat hingga 6,000 RM sebulan
atau hampir 20 jutaan rupiah. Itupun awalnya dia harus membayar sewa 3 bulan
(60 Juta) dimuka sebagai deposit plus harus bayar sewa 20 Juta bulan berjalan.
Mulai pagi resto sudah ramai dikunjungi warga sebelum kantor buka dan tutupnya
sekitar pukul 4 sore. Ketekunan seorang Pak Yanto yang dulu sebagai pelayan,
saat ini sudah berubah manis menjadi bos restoran yang sukses. Kalau kebiasaan
seorang manager atau bos resto selalu duduk di belakang meja kasir, tapi lain
dengan Pak Yanto dia selalu keliling menghampiri dan menanyakan apa kebutuhan
customer-nya, Dengan tas cangklongnya yang selalu nempel di tubuhnya siap
melayani apabila ada customernya yang bayar, karena tas cangklongnya sebagai
tempat taruh uang termasuk mengambil kembaliannya dari situ juga. Tatkala
pelanggannya membludak, maka Pak Yanto tidak segan-segan turun melayani
menyuguhkan atau mengambil piring-piring bekas para tamunya untuk dibawa ke
belakang.
Bukan saja Pak Yanto,
ada pengusaha lain asal Indonesia yang sukses di KK. Nama restonya adalah
Restoran Taufik. Di sekitar KK, ada 4 resto yang dia punya. Operasional
sehari-hari dibantu oleh para asistennya
dari Jawa dan mempunyai armada khusus berlabel ‘Restoran Taufik’.
Perut sudah cukup
terisi, aku pamitan sama Pak Yanto. Sebetulnya Pak Yanto ingin sekali
mengantarku ke Terminal Inanam, anak lelakinya siap melakukan itu. Tapi
buru-buru aku bilang, tidak usahlah repot-repot. Kalau diantar terus nanti aku
tidak pintar-pintar. Ke Sandakan aku
hanya bawa backpack kecil sedangkan backpack utama aku titipkan di lodge. Ambil
city bus berwarna kuning hijau menuju terminal dalam kota Wawasan, bayarnya
hanya 0,5 RM. Terus dari Wawasan melanjutkan dengan mini bas menuju Terminal
Antar Kota Inanam (North Terminal), ongkosnya 1,5 RM. Bas mini tidak masuk
Terminal Inanam, jadi aku minta turun di depan pintu masuk terminal.
Langsung menuju loket
beli tiket jurusan Sandakan 43 RM, sebelumnya cuma 37 RM. Bus yang aku
pakai adalah SIDA, busnya baru dengan komposisi kursi yang luas, LCD TV,
Toilet, AC. full music dan berinterior bagus. Bus akan menempuh perjalanan 335 km selama 6 jam. Karena aku berangkat pukul 9 pagi, sehingga bus
akan tiba pukul 3 sore. Bus menembus celah pegunungan yang tinggi di sisi
Gunung Kinabalu, yaitu gunung tertinggi di Asia Tenggara. Pemandangannya sangat
indah dengan rangkaian bukit dan gunung yang hijau mempesona. Aku sangat
menikmati indahnya hamparan perkebunan sawit, teh dan berbagai plantation lain
yang ada di situ. Bukan pemandangan indah saja yang bisa aku nikmati dalam perjalanan ini, yang bikin betah adalah diputarnya lagu-lagu band-band muda dari tanah air, seperti Ungu, Wali dan ST12. Kalau naik kendaraan umum baik di Brunei maupun di Sabah selalu diputar lagu-lagu Indonesia. Bravo Indonesia ....
Bus berhenti untuk
istirahat di setengah perjalanan, daerah Ranau namanya. Banyak penumpang yang
turun untuk melemaskan anggota tubuhnya setelah duduk lama di dalam bus. Ada
juga yang ke toilet dan ada yang makan atau minum di kedai itu. Setelah
perjalanan dilanjutkan aku dikejutkan oleh adanya pemeriksaan di check point
oleh kepolisian Malaysia, sekitar 50 km sebelum masuk Sandakan. Mulai dari
belakang, polisi berseragam biru dongker lengkap dengan senjata laras
panjangnya memeriksa identitas penumpang satu persatu. Aku serahkan paspor
kepada petugas, dia hanya melihat keabsahan keluar masuk Malaysia dan masa laku
pasporku, hanya dalam satu menitan saja dia
kembalikan pasporku sambil tersenyum ke arahku.
Ingin mendaki Gunung
Kinabalu yang tingginya 4,095 m, gunung tertinggi di Asia Tenggara ? bisa saja
ini dilakukan dengan segala persiapannya. Bagi pendaki profesional dan pendaki
pemula, lama dan jalur yang ditempuh sangat berbeda termasuk segala peralatan
yang dipakai.
Menuju Mount Kinabalu
bisa dimulai lewat Kinabalu Park Headquarter (1,564 m) atau dari Mesilau Nature
Resort (2,000), selanjutnya bertemu di satu titik yaitu Layang-layang Hut
(2,702 m) trus menuju beberapa Shelter dan Hut. Pada akhirnya harus
menentukan Peak mana yang akan dicapai. Keadaan semua Peak Mount Kinabalu
adalah bebatuan yang kering dengan suhu yang sangat dingin.
Oh … aku tidak mengira
kalau ini adalah Terminal Bus Sandakan. Tidak seperti terminal pada umumnya, ini
sangat sederhana hanya sebuah pelataran saja. Di sekitar situ hanya ada
beberapa gardu penjual tiket serta kios-kios kecil orang berjualan makanan dan
minuman. Turun dari bus aku langsung menuju warung di pinggir terminal, dan
bertanya kepada si empunya dimana alamat Guest House ‘GH’ yang aku cari. Dia
bilang pakai taksi aja kesana cuma 2 RM tapi ambil di luar terminal, karena
kalau pakai taksi yang mangkal di terminal taripnya 10 RM. Aku ikuti sarannya,
aku ambil jalan di samping terminal untuk keluar agar tidak terlihat mencolok
sebagai orang baru. Tunggu 10 menitan tidak ada taksi yang lewat, aku putuskan
ambil bas mini ke Bandar sampai ke terminalnya, ongkosnya hanya 1 RM. Di dalam
bas aku tanya kondekturnya letak Guest House yang aku cari. Dia memberi patokan
kepadaku letak Guest House Rose. Hanya berjalan 400 meteran akhirnya GH yang
aku cari ketemu juga.
Alhamdulillah kamar
dorm masih ada, katanya baru saja wanita Germany meninggalkan kamar bapak. Wah
sayang ya kataku bergurau, kalau masih ada aku kan bisa berduaan. Owner GH
tertawa merespon pembicaraanku. Memang kamar dorm dengan 3 bed hanya ditempati
oleh aku sendiri. Harganya 20 RM atau sekitar 65 ribu rupiah. GH yang sangat
bersih, owner yang ramah membuatku jatuh cinta dengan tempat ini. Owner bernama
Mama Nor orang asal Filipina memberi petunjuk kemana saja aku harus kunjungi di
Sandakan. Aku bilang sangat senang dengan GH-nya, nanti akan aku promosikan GH
mama ke teman-temanku di Indonesia. “Ok ok terima kasih”, katanya. GH ini memberi fasilitas free wifi, simple
breakfast, mesin cuci, air panas untuk minum dan ruang makan yang bersih.
Setelah bayar dan taruh
tas di kamar, aku mulai jelajahi Sandakan yang bernuansa kota lama. Perpaduan
antara masyarakat Melayu dan Cina ditambah lagi dengan banyaknya pendatang dari
Filipina dan Indonesia, semakin heterogen denyut kota kecil ini. Di Sandakan
memang banyak pendatang asal Filipina, karena secara geografis kedua negara ini
hanya dibatasi Laut Sulu di bagian utaranya. Kalau naik ferry dari Sandakan atau dari Semporna ke Zamboanga
di Filipina Selatan katanya hanya satu hari satu malam saja. Sedangkan
pendatang dari Indonesia banyak berasal dari Sulawesi Selatan seperti Pare-Pare, Pinrang atau Enrekang.
Mempelajari sekilas
Kota Sandakan, gambaran sudah jelas dibenakku tinggal besok pagi aku eksplor
lagi. Sebelum mengakhiri penjelajahan hari ini aku makan malam di salah satu
resto dekat GH. Aku pilih Kwitiau basah dan minumnya air putih gratis yang bisa
diambil setiap saat. Kwitiau itu harganya 4,5 RM dengan porsi yang lumayan besar.
Selepas dari resto mampir sebentar ke pasar tradisional, mal dan pantai. Ketika
aku di depan Sandakan Harbour Square, tampak banyak anak belia bergaya ‘Punk’
dengan rambut dan pakaian yang khas. Mereka bergerombol dengan komunitasnya,
aku sempat berfikir dari mana pengaruh yang cepat bisa masuk Sandakan. Hanya
itu saja kok pikiranku tidak yang lain. Badan sudah terasa lelah, selanjutnya
harus dimanjakan dengan istirahat dan tidur di GH Rose.
Hari berikutnya siap ke
Sepilok, tempat rehabilitasi dan konservasi orang utan. Menuju kesana lumayan
jauh. Ada bus yang langsung menuju ke Sepilok yaitu bus Batu 14 Sepilok. Aku
meninggalkan GH pukul 8 pagi sambil mampir di kedai kecil untuk sarapan mie
bihun plus air mineral. Setelah itu menunggu lama di terminal bas mini sampai
waktu yang lama, bus tidak muncul-muncul. Memang katanya orang di terminal,
kalau bus ke Sepilok tidak pasti ada. Karena bus tidak kunjung tiba, aku
putuskan untuk naik Bus 32 Jurusan Lahat Datu dari terminal yang lain. Aku
naik Bus 32 dan minta berhenti di simpang kurang lebih 2 km dari Sepilok, aku
bayar 2,5 RM. Masuk ke kawasan Sepilok rupanya sudah ada mobil omprengan yang
sedang mangkal di situ. Mobilnya bagus karena mobil pribadi, dia memberi tanda
kepadaku apa mau ke Sepilok ? Aku menganggukkan kepala dan sambil membuka pintu
mobilnya aku bilang ke Sepilok 2 RM ya. Iya pun mengangguk tanda setuju. Dia
mengantarkanku ke Sepilok bersama anaknya yang masih kecil. Mungkin ini hanya
pekerjaan iseng sambil beramal, atau bisnis beneran ? hanya dia yang tau.
Tiket masuk lokasi
rehabilitasi orang utan untuk orang Malaysia hanya 5 RM, sedangkan untuk non
Malaysia 30 RM. Wajahku kan wajah Melayu dan sedikit aku pakai Bahasa Melayu
Malaysia, berhasilah hanya bayar 5 RM saja. Setelah puas bersama para saudaraku
di dalam ‘orang utan’, aku berjalan menuju Rainforest ‘RF’ yang jaraknya 1 km
dari Sepilok. Baru saja jalan seratus meteran, di belakangku ada mobil tadi
yang mengantarku ke Sepilok. Dia bilang, “Mau kemana ?” mau ke RF, kataku. “Naiklah, silakan …”,
katanya. Aku naik mobilnya aku dan aku kasih dia 1 RM, dia pun tidak
mempermasalahkannya. Terima kaseh ya, kataku.
Beli loket sebagai warga Malaysia hanya 5 RM saja, kalau non Malaysia 15 RM. Setelah itu segera menjelajahi hutan yang cukup luas dengan berbagai kelengkapannya. Pertama melewati ‘suspention bridge’ yang bergoyang-goyang sepanjang 100 meteran melintas di atas danau yang sangat indah. Selanjutnya melihat berbagai jenis pepohonan dari Canopy walkway dari atas ketinggian, canopy-nya seolah menjadi jembatan dari pohon ke pohon. Naik ke beberapa tower yang tinggi, ini lebih menantang untuk melihat hamparan pohon-pohon besar. Dan menjelajahi hutan melewati jalur main trail RF. Sebelum menjelajahi bagian dalam RF, aku menunggu sesaat barangkali ada yang mau jalan bareng. Kebetulan ada seorang pemuda Australia dari Melbourne, dia sepakat denganku untuk menjelajahi berbagai track dalam RF. Karena area RF ini sangat luas, tubuh kami berdua jadi kelelahan dan beberapa kali harus istirahat. Memang sebaiknya untuk menjelajahi RF jangan sendirian karena kuatir menjadi sasaran hewan berbisa atau hewan buas seperti ular dan babi hutan.
Beli loket sebagai warga Malaysia hanya 5 RM saja, kalau non Malaysia 15 RM. Setelah itu segera menjelajahi hutan yang cukup luas dengan berbagai kelengkapannya. Pertama melewati ‘suspention bridge’ yang bergoyang-goyang sepanjang 100 meteran melintas di atas danau yang sangat indah. Selanjutnya melihat berbagai jenis pepohonan dari Canopy walkway dari atas ketinggian, canopy-nya seolah menjadi jembatan dari pohon ke pohon. Naik ke beberapa tower yang tinggi, ini lebih menantang untuk melihat hamparan pohon-pohon besar. Dan menjelajahi hutan melewati jalur main trail RF. Sebelum menjelajahi bagian dalam RF, aku menunggu sesaat barangkali ada yang mau jalan bareng. Kebetulan ada seorang pemuda Australia dari Melbourne, dia sepakat denganku untuk menjelajahi berbagai track dalam RF. Karena area RF ini sangat luas, tubuh kami berdua jadi kelelahan dan beberapa kali harus istirahat. Memang sebaiknya untuk menjelajahi RF jangan sendirian karena kuatir menjadi sasaran hewan berbisa atau hewan buas seperti ular dan babi hutan.
Kami berdua menyudahi
penjelajahan di RF dan sepakat kembali ke Sepilok jalan kaki bersama. Sampai di
Sepilok kami berpisah dengan rekanku karena dia tinggal di homestay di dalam
kawasan Sepilok. Aku menunggu bus untuk kembali ke Bandar Sandakan hampir 2 jam
tapi bus tidak kunjung datang. Akhirnya aku bersama rekan 2 dari Holland dan 1
dari Swedia sewa taksi dari Sepilok ke Bandar dengan harga 40 RM, berarti kami
ber-4 share masing-masing 10 RM. Karena matahari hampir terbenam, aku
cepat-cepat kembali ke GH untuk istirahat.
Hari berikutnya tepat
pukul 07.30 pagi, aku check out dari GH. Mama telah menyiapkan kopi dan roti
sandwich. Selesai menyantap hidangan dari mama, aku berpamitan padanya dan
menyampaikan terima kasih atas pelayanan yang baik kepadaku. Dengan backpack
kecil seberat 5 Kg aku kembali melanjutkan penjelajahan Kota Sandakan dengan
berbekal Sandakan Map. Karena waktu sangat terbatas, aku hanya menyusuri
Sandakan Heritage Trail sesuai map mini pemberian GH Rose. Mulai dari Masjid
Jamek, MPS Square, tangga seribu, Kuburan Jepang, Agnes Keith’s House, Kuil China Kun Yam dan
Wisma Warisan. Penjelajahan yang paling mengerikan adalah waktu menapaki tangga
seribu, karena ini merupakan hutan kota yang lebat, suasananya sangat sepi.
Tidak ada satu pun orang yang lewat sini kecuali aku. Aku kuatir kalau ada ular
berbisa yang tiba-tiba menyergapku. Lokasi yang aku lewati memang sesuai untuk
hewan jenis tersebut sesuai dengan yang aku lihat di televisi. Menuju ke
kuburan Jepang juga demikian, cukup menyeramkan. Doaku hanya minta kemudahan
dan keselamatan kepada Yang Maha Kuasa. Kelelahanku agak terobati ketika berada
di Observatori Hill, dari situ Kota Sandakan terlihat jelas dari atas bukit
termasuk pinggir laut dengan beberapa kapal yang sedang berlayar.
Hampir 2 ½ jam aku
menyusuri Sandakan Heritage Trail dan berakhir di Terminal Bas Mini. Mampir ke
kedai dalam terminal untuk menikmati sepiring nasi kuning plus ayam goreng dan es
teh manis, harganya 5 RM. Saatnya siap kembali ke KK melalui Terminal Bus
Sandakan dengan bas mini 1,5 RM. Bus Sida hari ini tidak beroperasi, yang ada
adalah Bus Tung Ma ke KK. Aku beli tiketnya 43 RM dan berangkat pada pukul
11.00 siang. Sebenarnya ingin juga ke Tawau 300 km dari Sandakan dengan bus,
tiketnya 40 RM tapi waktuku terbatas.
Sebelum meninggalkan
Sandakan, inilah pendapatku tentang kota ini. Kota kecil di bagian utara Pulau
Borneo ini sangat unik. Kotanya sarat dengan bangunan lama seperti flat dengan
berbagai benda yang digantung setiap lantai seperti jemuran dll. Sedangkan
bangunan baru ada di sekitar pinggir pantai seperti Sandakan Harbour Square dan
kafe-kafe pinggir pantai. Tujuan transportasi, destinasinya berdasarkan ‘BATU’
misalnya Batu 2, Batu 32 yang berarti menunjukan posisi mile daerah tersebut.
Dimana-mana terdapat hotel, hostel, GH dan jenis penginapan lainnya, aku bisa
katakan Sandakan adalah kota ‘seribu hotel’.
Tepat pukul 11.00 siang
bus meninggalkan Sandakan, sama seperti ketika berangkat, kali ini di Batu 32
ada pemeriksaan identitas diri oleh aparat keamanan. Tidak masalah, aku lengkap
tapi bus agak lama berhenti disini karena ada salah satu penumpang yang bermasalah
dengan identitas dirinya.
Bus masuk Terminal
Inanam sekitar pukul 5 sore hari, aku lanjutkan menuju Terminal Wawasan untuk
ambil city bus ke pusat kota. Aku turun di Waterfront yang suasananya mulai
ramai seiring datangnya malam. Makan ikan plus nasi dan minumnya tea o ice (teh only) di Pasar Filipino, harganya 11 RM.
Blusuifkan ke dalam pasar untuk melihat aktifitas di dalamnya. Dan
sebelum kembali ke GH mampir ke Craft market, barang yang dijual hampir sama
dengan di tanah air. Kamar sudah disiapkan Kery tinggal masuk saja. Sebagai wujud rasa terima kasih kepadanya, aku beri dia sebotol air tebu dingin yang aku beli di Pasar Filipino dan mie cup dari tanah air. Inilah
malam terakhirku di KK berarti hanya tersisa seharian sampai sore dan kemudian
harus menuju Bandara KK menuju KL.
Pagi yang baru telah
hadir hari ini, aku sarapan di resto Pak Yanto kemudian ke supermarket membeli teh
Sabah dan Milo produksi Malaysia, budget hanya aku alokasikan 100 RM saja.
Kemudian survey ke Terminal Wawasan untuk melihat kejelasan bus menuju Bandara
KK, bolak balik ke Wawasan hanya 1 RM saja. Memasuki waktu Dhuhur aku shalat
berjamaah di Masjid Bandar Kota Kinabalu yang letaknya di atas bukit dekat
terminal kecil sekitar situ. Dan akhirnya makan lagi di Resto Nuriyana sekalian
pamitan dengan Pak Yanto dan keluarganya. Aku tadi sudah check out berarti
nggak bisa lagi masuk kamar, hanya duduk-duduk saja beberapa jam sambil membuka
internet di PC milik lodge.
Sebelum kantor-kantor
pemerintahan dan swasta tutup, aku segera menuju halte city bus menuju Wawasan.
Membawa backpack seberat 12 Kg dan 1 tas lain seberat 6 Kg. Ketika bus datang,
aku bilang sama kondektur tolong buka bagasinya, dia bilang, “Naikkan saja
barang bapak ke dalam bus” tidak apa-apa. Aku menuruti sarannya, memang betul
kalau tas dimasukkan dalam bagasi tentu semua barangku akan sedikit basah dan
bau ikan. Karena kebiasan di KK para penumpangnya sering belanja ikan basah dan
kalau naik bus selalu dimasukkan dalam bagasi.
Hanya membayar 0,5 RM
aku sudah sampai di Wawasan, selanjutnya sambung dengan Bus 16A jurusan Airport
Terminal 2 khusus AirAsia. Pada kaca bus bagian depan ada tulisan ‘AIRPORT TERM
2 TG. ARU’, atau Bus LTT. Ongkos ke
Bandara hanya 1,5 RM, sehingga dari lodge ke Bandara hanya menghabiskan 2 RM.
Bandingkan kalau pake taksi, di siang hari taripnya 30 RM dan malam lebih dari
itu. Biar capek sedikit tapi jauh lebih hemat. Bus terakhir ke airport dari
Wawasan sebelum pukul 6 sore.
Terminal 2 Bandara KK
(Kode BKI) tidak begitu besar, terutama area bagian check in-nya tidak begitu
luas. Namun seperti biasa Bandara-Bandara di Malaysia di dalamnya tersedia
kedai-kedai atau supermarket untuk memenuhi kebutuhan customer-nya. Flight AA
terakhir ke KL pukul 22.40 dan aku tiba di KL pukul 01.20.
Pada tengah malam
bagian dalam Bandara LCCT tidak bisa dimasuki para calon penumpang, semua pintu
masuk ditutup. Otomatis semua calon penumpang bertebaran di bagian luar Bandara dan di lorong-lorong sekitar situ. Bagian dalam Bandara akan dibuka kembali
menjelang waktu check in penerbangan pertama. Aku pergi makan dan menunggu lama
di Food Garden sampai waktu check ini tiba.
Akhirnya tepat pukul
07.20 pagi aku terbang dari KL menuju Surabaya yang berarti mengakhiri semua
petualanganku selama 10 hari di Brunei dan Sabah.
Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
No comments:
Post a Comment