Rencana menjelajahi beberapa destinasi hanya muncul begitu saja, bukan sesuatu yang sudah lama kurencanakan. Penjelajahan kali ini memang benar-benar baru, artinya lebih detail dibandingkan sebelumnya hanya 'lewat-lewat' begitu saja. Pilihan ke Museum Kereta Api di Ambarawa, Karimun Jawa, Suku Badui, Situs Gunung Padang dan Dieng, adalah keputusan bulat yang akan aku laksanakan. Ikuti kisahnya.
JELAJAH SINGKAT KOTA SURAKARTA
Kebetulan ada ulang tahun PT. KAI yang ke-70. Dan ada promo yang ditawarkan, semua tiket harganya cuma 70 ribu untuk kelas ekonomi, bisnis atau executive. Hasil hunting-anku, dapat tiket Malang – Yogjakarta. KA Malioboro Ekspres Executive 70 ribu saja, yang berangkatnya pukul 20.15 dan tiba 03.57. Waktu itu aku periksa di situs KAI, kemudian memesannya di minimarket dekat rumahku. Bayar 70 ribu itu sudah termasuk biaya administrasi dan dapat sekotak teh celup gratis.
Pengelolaan perkereta-apian di tanah air banyak kemajuannya. Sistem ticketing, kebersihan/ketertiban area stasiun dan armada kereta api semuanya jauh lebih baik. Aku tidak turun di Yogja, tapi turun di Stasiun Solo Balapan. Ada saudara sepupuku yang tinggal dekat Stasiun Purwosari menjemputku. Sayang, KA Malioboro hanya singgah berhenti di Stasiun Solo Balapan dan tidak berhenti di Stasiun Purwosari. Aku dijemput di pagi buta sekitar pukul 03.03 dan tinggal dua malam di rumahnya.
Di Solo atau nama lainnya Surakarta, aku hanya menjelajahi dalam kota. Ke Masjid Agung, Kompleks Mangkunegaran, Pasar Gede, Balaikota, Rumah Batik Danar Hadi, Taman/Stadion Sriwedari, Stadion Manahan, Kampung Batik Laweyan, Pasar sementara Klewer, Pasar Burung terbesar di indonesia, Keraton Surakarta, Kedai Serabi Notosuman dan beberapa cafe spot kuliner.
Di hari pertama, aku makan siang di 'Sambel Mbok Ti' Jl. dr. Supomo 48. Menu sambal plus hidangan tahu bacem, ayam, udang, ikan, tahu tempe, terong bisa langsung dipilih sendiri. Lalu dihitung di kasir dan siap digoreng oleh petugas resto sebelum dihidangkan. Pengunjung resto terbilang ramai, khususnya pegawai kantoran yang keluar istirahat untuk makan siang.
Masuk dan mengelilingi Mangkunegaran Surakarta tiketnya (10K). Aku dipandu oleh siswi SMK Pariwisata yang sedang magang di situ. Pada kesempatan lain, aku mencoba Bus Trans Batik Solo dari Jalan Slamet Riyadi ke Palur (4,5K). Di Surakarta memiliki beberapa Bus Trans Solo yang melayani Koridor berbeda, Damri dan swasta.
Malamnya, anak sepupuku mengajak 'wedangan' di salah satu cafe kawasan dalam laweyan, 'Wedangan Resto RUMAH NENEK' Jl. Sidoluhur 58. Kami memilih minuman dan kudapan tradisional seperti wedang jahe sereh dan pisang bakar. Murah saja, berdua hanya 40K. Untuk isi perut di malam hari tidak di situ saja, di rumah ‘masih harus’ menikmati suguhan tongseng buatan keluarga sendiri.
Kalau mau nyantai, bisa datang ke trotoar yang lebar dan nyaman yang ada di sepanjang Jl. Slamet Riyadi. Di situ, kalau siang tempatnya teduh karena dinaungi banyak pohon rindang. Malamnya lebih asik lagi nongkrong di sini dengan suasana yang berbeda. Silakan pilih mau duduk-duduk santai di depan Taman Sriwedari, Rumah Batik Danar Hadi atau lokasi yang bernuansa histori kota Surakarta.
KERETA API BARATA KRESNA
Karena tertarik dengan ‘Bus Rail’ KA yang lewat bersamaan dengan kendaraan lainnya di jalan raya, aku jadinya beli tiket KA Barata Kresna jurusan Purwosari - Wonogiri (4K). Beli tiketnya harus tiga jam sebelum keberangkatan. Aku ambil yang pukul enam pagi, otomatis hrs beli habis shubuhan di Stadiun Purwosari. Di tiket tertulis tanpa tempat duduk, jadi bebas duduknya dimana meski di tiap gerbong ada nomor kursinya. Ada tiga gerbong yang bentuknya mirip KA cepat ‘di luar negeri’.
Gerbong depan dan belakang hadapnya berbeda, karena KA ini memiliki dua kepala. Bus Rail KA Barata Kresna datang dari arah barat dan berangkat mundur kembali on time melewati beberapa stasiun di dalam kota Surakarta, di desa atau kecamatan seperti Solokota, Sukoharjo, Pasarnguter dan wonogiri.
Uniknya, KA Barata Kresna melewati jalan raya Kota Surakarta (Jl Slamet riyadi) yang ramai lalu lintasnya. Meski ini kejadian sehari-hari, tapi masih ada saja warga yang asik tertarik menikmati keunikan ini. Apalagi aku, sedikit keheranan karena baru pertama kali menyaksikan yang seperti ini. Suasananya mirip seperti ketika masih ada trem jaman dulu kala.
KA Barata Kresna melewati Kota Surakarta, pemukiman sederhana, persawahan dan pedesaan. Kecepatan di dalam kota hanya 15km/jam dan setelah melewati kota menjadi maksimal hanya 25 km/jam. KA tiba sesuai jadwal tiba di stasiun kecil di Wonogiri pukul 07.45. Aku coba beli tiket pulangnya, tapi tidak bisa. Untuk tiket pulang (12.15) harus menunggu waktu pelayanan pada pukul 9.30.
Aku sarapan pecel plus bandeng goreng dan segelas es teh manis di sebuah depot depan stasiun (12K). Tempatnya bersih, lengkap, enak, murah dan nyaman. Menjelang pulang, aku makan siang di situ lagi pilih garang asem dan es sop buah (18K). Sambil menunggu kembali ke Purwosari, aku eksplor singkat Kota Wonogiri. Jalan kaki ke terminal bus, pasar, alun-alun dan Shalat Dhuha di masjid at Taqwa yang berlantai dua. Sisa waktu aku pakai ke Bendungan Gajah Mungkur dengan bus besar jurusan Praci (5K). Aku bilang turun di waduk.
Masuknya bayar 10K. Di situ aku bebas menikmati pemandangan waduk besar yang pada era Pak Soeharto mengharuskan penduduk setempat meninggalkan tempat tinggalnya karena proyek ini. Ketinggian air di waduk sangat jauh menurun karena musim kemarau panjang. Dermaga perahu wisata dan perahu nelayan tampak tinggi jauh menggantung di atas permukaan air. Meski begitu hamparan pemandangan indah masih terasa nyaman untuk dinikmati. Waterboom, taman satwa,kedai oleh-oleh dan tempat permainan anak-anak tersedia di sini.
Untuk kembali ke Wonogiri, aku cukup menghadang bus mini di depan waduk. Ongkosnya, sama 5K dan dalam lima belas menit bus berakhir di depan Stasiun KA Wonogiri. Untuk lebih menenangkan diri, sebelum kembali ke Purwosari, aku Shalat Dhuhur berjamaah di masjid dekat stasiun. KA Barata Kresna sudah beberapa saat menunggu di stasiun siap untuk kembali pulang tepat pukul 12.15.
Jelajah singkat ke Surakarta sudah kulakukan, banyak spot yang belum sempat kujelajahi seperti Tawangwangu, Kebun binatang Taru Jurug, Pusat Grosir Solo dan Museum Radya Pustaka. Selepas waktu Ashar, aku diantar anak sepupuku ke Terminal Bus Tirtonadi menuju Ungaran.
JELAJAH MUSEUM KERETA API AMBARAWA
Pembangunan renovasi Terminal Bus Kota Solo 'Tirtonadi' terus dilakukan. Terminal yang lebih mirip bandara ini terbilang besar dibanding dengan terminal bus lainnya di indonesia. Ada ruang tunggu di balik dinding kaca terminal yang dilengkapi bermacam-macam gerai menjual kebutuhan calon penumpang. Aku pilih Bus Royal Safari yang namanya sedang naik daun. Armadanya banyak, seat 2x2, AC dan taripnya cukup memadai 20K untuk rute Solo - Semarang. Busnya selalu penuh karena banyak peminatnya.
Ke Ungaran melewati Kartosura, Boyolali, Salatiga, Bawen dan Ungaran. Memerlukan waktu hampir tiga jam karena ada perbaikan jembatan di sekitar Tuntang. Habis silaturahim ke keluarga di Solo, kini giliran yang di Ungaran. Mengunjungi bude dan sepupu-sepupu yang sudah agak lama tidak bertemu sangat membahagiakan hatiku. Kebetulan bude kondisinya lagi kurang sehat, jadi sengaja aku jenguk beliau, sisa waktu kupakai buat jelajah lainnya.
Kegiatan eksplor kulakukan esok harinya. Pagi-pagi setelah ngopi bareng keluarga, aku meluncur ke Ambarawa pakai angkutan umum berjenis elf (6K). Kalau pakai bus jurusan Yogja, tidak lewat Stasiun KA Ambarawa. Yang kutuju adalah Museum Kereta Api Ambarawa yang namanya sudah cukup tersohor.
Tidak sampai satu jam, aku sudah tiba di depan pintu masuk kawasan museum. Masuknya bayar 10K, mulai dari loket sudah berjejer puluhan lokomotif kuno berikut gerbong masa lalu. Semuanya bagai sedang berada pada masa kolonial dulu. Aku terus berjalan menuju stasiun yang sebenarnya. Sungguh lengkap museum hidup ini dan senang berlama-lama disini.
Beruntung aku bisa menyaksikan rangkaian lokomotif uap yg sedang disewa oleh rombongan dari Bandung. Biaya sewanya sekitar 10 jutaan, menyusuri rute Ambarawa - Tuntang. Kalau hari minggu taripnya 50K per orang dan ada beberapa kali keberangkatan. Yang mahal itu bahan bakar dan pemeliharaanya. Bahan bakarnya masih menggunakan potongan kayu jati asli. Rugi rasanya kalau tidak pernah datang kesini, terutama untuk anak-anak. Datang ke sini biar tahu asal usul histori perkereta-apian Indonesia.
Tidak kulewatkan begitu saja momen di museum ini. Semuanya aku dokumentasikan pakai kamera hp plus tongsis-ku. Perjalanan kuakhiri dengan menyejukan tubuh, menikmati dua gelas es jus blimbing dan strawberi yang kubeli dekat pintu keluar stasiun, masing-masing harganya 5K. Di sekitar sini ada beberapa hal yg menarik seperti bangunan kuno, pasar tradisional dan monumen Palagan. Untuk kembali ke Ungaran, aku hanya menyetop elf dari dekat pintu masuk stasiun. Ongkosnya masih sama, 6K.
Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
1 comment:
Wah sangat lengkap ulasannya sampai sejarahnya juga..
kebetulan lagi pengen naik, terima kasih sangat membantu
Salam
Bunda Umar
Post a Comment