BERAMAL LEWAT TULISAN

Wednesday, 6 April 2016

CATATAN PERJALANAN ANAK dan BAPAK ke SRI LANKA (Episode-2)

BENDERA NASIONAL SRI LANKA


Setelah menjelajahi berbagai desa dan kota di distric's Sri lanka yang terangkum di episode-1. Kisah berikutnya akan kami sambung sampai tuntas di episode-2.
Cekidot ....


HARI KEDELAPAN, Sabtu 26 Maret 2016

Hari ini kami bangun lebih awal. Menjelang Subuh kami sudah mandi, karena pukul 7.30 harus berangkat ke Nuwara Eliya dengan direct bus.

Di hampir semua kota utama Sri lanka tersedia bus ke berbagai jurusan. Tetapi busnya jarang yang pakai AC dan sulit membedakan antara bus kota dan luar kota. Perbedaannya hanya pada tulisan di bagian depan bus. Yang ber AC hanya ada di beberapa jurusan saja, terutama jarak jauh hingga 6 jam perjalanan.
Ongkos ke Nuwara Eliya, 370 Rupee. Bus melewati perkampungan yang jarang penduduknya. Kami seperti dibawa ke tengah hutan yang sepi tapi ada akses jalannya. Ada saja penumpang yang naik dan turun karena rumahnya memang sangat terpencil di pegunungan atau di pedesaaan yang sepi. Meski bus ini adalah bus jarak jauh, tetapi semuanya boleh naik. Masyarakat bebas menggunakan moda transportasi ini jauh maupun dekat, termasuk untuk anak sekolah juga boleh.

Bus berhenti untuk istirahat makan di atas ketinggian pegunungan. Dan setelah itu, bus juga berhenti lama di Terminal Badulla untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Akhirnya bus melanjutkan perjalanannya lagi menuju Nuwara Eliya.

Melewati perkebunan teh, ladang bertingkat dan aliran sungai yang indah, sedikit mengurangi rasa bosan kami dalam perjalanan. Kami tiba di Terminal Nuwara Eliya sekitar pukul 16.30. Berarti perjalanan dari Kattankudy memakan waktu delapan jam.

Tetapi semua kelelahan itu terobati oleh indah dan sejuknya Kota Nuwara Eliya. Dengan dipandu oleh penghubung, kami dapat homestay yang cantik, 2000 Rupee. Semuanya bersih, kamar mandi luas, ada air panas, lokasinya strategis, di sebelahnya terdapat kebun sayur mayur, free wify dan dapat suguhan teh hangat.

Suhu udara di siang hari 20°C dan di malam hari lebih dingin lagi hingga 14°C. Warga lokal dan pelancong di Nuwara Eliya hampir semuanya memakai jaket. Untuk menghalau udara dingin, di sini banyak dijual jaket, sweater, sarung tangan dan topi anti dingin.

Kami menjelajahi bangunan klasik gaya Eropa, taman-taman indah, perkebunan, pacuan kuda, pasar, food truck, Victoria Park, Gregory's Lake dan pusat Kota Nuwara Eliya yang selalu ramai.

Sebagai bekal di homestay, aku beli gorengan seperti sambosa dan camilan hangat lainnya. Harganya murah meriah dan ada di setiap sudut kota.


HARI KESEMBILAN, Minggu 27 Maret 2016

Hari ini kami mandi pakai air panas karena udara Nuwara Eliya yang dingin. Trus menuju pasar pusat kota untuk menjahit sendalku yang putus. Main ke kantor pos yang antik dan menuju Lover's Leap Water Fall dengan bus ke daerah Pedro (25 Rupee). Dari situ harus berjalan kaki lagi sejauh 1 km membelah perkebunan teh Pedro di dalam kawasan yang sama dengan Air Terjun Lover's Leap.

Kami puasin dan berlama-lama di situ. Mandi-mandi, menikmati panorama indah dari atas, berfoto ria meski pengunjung datang dan pergi kami tetap setia di Lover's Leap.

Mencoba memanjat dinding air terjun dan menikmati indahnya perkebunan teh, view rumah-rumah di bawahnya dan dan background pegunungan yang mempesona.


Pulangnya dengan bus yang sama. Kebetulan memang pas dapat bus yang tadi kami naiki pada saat berangkat. Padahal kami sudah berjam-jam ada di air terjun.

Bus ini selalu penuh sesak meski rutenya pendek. Tiba di terminal, kami wajib mampir ke tukang gorengan membeli beberapa biji sambosa yang pedes rasa rempah India. Semuanya aku bawa pulang untuk camilan di dalam kamar.

Pas sampai di rumah disambut mati lampu. Hari ini sudah tiga kali mati lampu. Di Kattankudy mati, bahkan di Colombo pun sering mati lampu. Ternyata urusan yang satu ini sama saja dengan di tanah air.

Katanya sudah sebulan ini hujan tidak turun di Nuwara Eliya. Tetapi hari ini turun hujan sampai Maghrib. Menjelang Isya kami keluar cari makan malam. Cari jalan lain, alhamdulillah malah ketemu masjid terbesar di kota ini. Namanya Masjidul Kabeer Jamma Nuwara Eliya.


Celanaku kebetulan kurang panjang kalau buat shalat. Bersyukur ada jamaah lain meminjamkan sarung yang diambil dari mobilnya. Namanya Hasan, orangnya santun dan terlihat ia suka menolong orang lain. "Catat ini nomor HP saya. Kalau perlu apa-apa WA saja. Sekarang saya harus antar anda ke mana ?" Begitu tawarannya pada kami.

Kami hanya bisa mengucapkan terima kasih atas bantuannya tadi. Kami berpisah dan langsung menuju 'hotel' tempat makan malam.

Padahal baru pukul 20.30 tetapi sudah banyak toko yang tutup. Malam ini kami menyantap biryani, samarwa dan teh susu. Lalu mampir ke supermarket beli air mineral 5 Literan plus roti tawar untuk sarapan besok pagi.

Sampai jumpa Nuwara Eliya, 'Little England-nya' Sri lanka.


HARI KESEPULUH, Senin 28 Maret 2016

Pagi sekitar pukul delapan pagi bergegas ke Terminal Nuwara Eliya ambil bus tujuan Hatton.

Ke Hatton ada bus kecil dan ada yang besar. Bus yang kecil ongkosnya 120 Rupee akan menempuh perjalanan selama 1.30 jam.

Semua kendaraan roda empat di Sri lanka sama persis dengan di tanah air, stir kanan.

Stasiun kereta api Nuwara Eliya ada di Nanu Oya. Bisa juga ke Hatton dengan kereta. Menuju Hatton jalannya berliku-liku naik dan turun. Melewati perkebunan teh yang hijau di kiri dan kanan jalan menjadi ciri khas jalur ini.

Memang jalur ini sangat spesial pemandangannya. Melewati jalur kereta api di pegunungan dan kereta berhenti di stasiun kuno peninggalan kolonial. Pikiran kami dibawa terbang ke masa lalu. Bendungan, air terjun, terowongan dan jurang-jurang  yang dalam semakin melengkapi lanskap indahnya alam Sri lanka.

Dari Hatton kami sambung dengan bus besar ke Maskeliya (40 Rupee). Lalu dari sini sambung lagi dengan bus ke Adam's peak (Nalathanniya).



Melalui rute ini tidak kalah menariknya meski dalam suasana yang berbeda. Bus melewati jalan sempit yang berliku-liku, tepi tebing dan jurang yang dalam semakin meningkatkan adrenalin diri.

Jalanan mengelilingi semacam telaga raksasa (penampungan air) yang kondisinya sekarang kurang air karena kemarau panjang. Namun, hal ini tidak sedikit pun mengurangi keindahannya. Apalagi di kiri kanan jalanan ditumbuhi pepohonan teh berwarna hijau yang menyejukkan mata. Di sinilah teh kualitas terbaik ditanam, dipetik dan diolah oleh pabrik untuk dikonsumsi semua orang. Teh-teh produksi olahan nomor satu Sri lanka diantaranya berasal dari daerah ini.

Menunggu bus di pertigaan Maskeliya ke Adam's peak lumayan lama. Padahal jaraknya hanya 19 km yang bisa ditempuh dalam 25 menit saja. Penumpangnya pun penuh sesak oleh warga lokal, anak sekolah atau turis yang ingin mendaki Adam's peak. Ongkos dari Maskeliya hanya 34 Rupee.

Warga lokal menyebut Adam's peak sama saja dengan Del house atau Sri pada. Aku ambil guest house 200 meter sebelum terminal Adam's. Kalau dekat terminal suasananya ramai karena banyak rumah makan, restoran, rooms atau turis yang nongkrong di situ.

Kami istirahat yang cukup sebagai persiapan nanti malam mendaki Adam's. Istirahat kami diiringi turunnya hujan hingga tengah malam dan aliran listrik juga mati lama.

Listrik di Sri lanka, memang sering mati. Tetapi tunggu saja nanti juga hidup sendiri. Colokan listrik ada tiga lubang. Tidak usah beli colokan khusus. Tetapi colok aja yang paling atas dengan pulpen atau apapun, setelah itu kumasukan seperti biasa colokan listriknya.



HARI KESEBELAS, Selasa 29 Maret 2016

Tepat pukul 1.30 dini hari alhamdulillah hujan sudah lama berhenti. Kami berangkat berdua menuju Adam's Peak. Ketika itu jalanan masih sepi. Aku dan anakku sama-sama mengenakan jaket. Dan anakku pakai sepatu olah raga plus kaos kaki. Sedangkan aku hanya pakai sendal gunung tanpa kaos kaki.

Karena belum tau jalurnya, kami beberapa kali bertanya terutama kalau ada jalan yang bercabang. Tidak ada yang perlu dikuatirkan untuk mendaki Adam's Peak. Karena sampai puncak sudah ada treknya dan di sepanjang jalan ada cukup lampu penerangannya. Yang perlu disiapkan adalah kekuatan phisik yang prima dan kesabaran.


Ternyata, tidak perlu pakai sepatu yang berat, jaket yang tebal, senter, ransel besar atau topi. Pengalamanku mendaki Adam's Peak ini, semua jaket dan penghalau rasa dingin aku lepas semuanya. Kalau sudah berjalan beberapa lama, badan menjadi panas berkeringat. Yang perlu dibawa adalah air minum dan sedikit camilan. Ini pun sebenarnya tidak perlu dibawa, karena di sepanjang jalur pendakian ada penjual makanan dan minuman. Malah yang lebih penting bawa uang. Pos para tukang pijat profesional pun tersedia, mereka memijat sambil mempromosikan balsem dan param kocok dagangannya.

Ketika awal masuk pendakian harus menulis daftar nama dan negara asal. Kemudian memberi donasi (tidak ditentukan besarnya). Kami memberi 500 Rupee untuk berdua.

Adam's Peak yang memiliki ketinggian 2243 mdpl itu selalu dibanjiri pengunjung. Mereka adalah para turis mancanegara dan peziarah penganut Budha. Jangan pernah berfikir jalurnya menyeramkan. Pikiran semacam itu harus dibuang jauh-jauh. Yang ada adalah penuh hiburan. Para bule cewek cowok yang bening-bening dengan pakaian yang seksi menjadi salah satu daya tarik para pendaki.

Sekali lagi kekuatan phisiklah yang bisa diandalkan. Makanan atau minuman di sini harganya tentu lebih mahal dibandingkan kalau belinya di bawah. Semakin ke atas angin sedikit lebih besar. Treknya pun akan terbagi dua, untuk naik dan turun. Semakin ke atas semakin antri mencapai puncak.


Tujuan ke Adam's Peak, ada dua macam. Yang pertama ritual Agama Budha plus rekreasi. Dan yang kedua adalah murni rekreasi. Di sepanjang jalur pendakian terdapat tempat-tempat persembahyangan penganut Budha. Apalagi di puncaknya, menjadi tempat utama persembahyangan. Di puncak diyakini terdapat telapak kaki Budha. Telapak kaki ini tidak bisa dilihat langsung karena ada selubungnya. Di atas sana juga ada arca, lonceng besar dan pembakaran dupa. Di puncak sangat krodit oleh banyaknya pengunjung. Mereka berlomba-lomba mendaki ke puncak untuk menyaksikan sunrise yang biasanya muncul menjelang pukul enam pagi.

Jalur pendakian utama terbagi dua, dari Del house dan dari Ratnapura. Semua pendaki harus melewati jalur ribuan anak tangga yang melelahkan. Jangan putus asa gagal sampai puncak. Nenek-nenek dan kakek-kakek saja kuat mendaki sampai puncak. Bahkan ada tuna netra dan kakinya difabel bersemangat mencapai puncak. Itu semua yang bikin malu orang-orang muda kalau tidak berhasil menggapai puncak.

Indahnya pemandangan jangan diragukan lagi. Amazing ..... Sangat indah. Dari awal memang belum tampak karena suasana masih gelap. Tetapi kalau hari mulai terang, semuanya bisa tampak menakjubkan. Perkebunan teh, air terjun, danau, rangkaian gunung-gunung yang bertingkat-tingkat dan sajian keindahan lainnya bisa disaksikan hingga puncak.

Puncaknya Adam, disamping sebagai tempat pemujaaan bagi penganut Budha. Di situ adalah tempat tertinggi, semuanya bisa dilihat. Ketika matahari agak meninggi (sekitar pukul 7 atau 8 pagi), maka mentari menyinari penuh Adam's Peak sehingga bayangannya ada di gunung yang lain. Ini dia bayangan 'segitiga' hadir kejauhan sana. Sangat menakjubkan.


Jalur pendakian dari Del house atau Adam' atau Nalathanniya adalah yang paling favorit dipilih para pendaki. Jalur ini lebih pendek dibanding jalur Ratnapura.

Titik utama menuju Adam's adalah Hatton. Ke kota kecil ini bisa ditempuh dengan bus atau kereta api dari Colombo atau Nuwara Eliya. Para pendaki ada yang memilih Hatton atau Adam's (Nalathanniya) untuk menginap semalam sebagai basecamp-nya.

Ada juga yang waktunya dipaskan. Charter mobil hingga kaki Adam's dan malamnya langsung mendaki. Kami memilih menginap di salah satu guest house dua ratus meter sebelum Terminal Bus Adam's.

Kami cukup menginap semalam di Nalathanniya. Tengah malam mendaki, turun dan ketika semuanya beres langsung checkout menuju Hatton lagi.

Sebetulnya kami ke Adam's ingin menelusuri kebenaran adanya jejak Nabi Adam AS yang konon diturunkan di India atau Sri lanka.


Dalam literatur atau artikel sejarah yang pernah kubaca, Nabi Adam AS diturunkan di kedua negara tersebut. Dahulu kala, India dan Sri lanka sejarahnya adalah satu daratan. Jadi ini menjadi salah satu petunjuk kebenarannya. Namun, kebenarannya masih dalam perdebatan para pakar. Ada yang bilang benar dan ada bilang sebaliknya 


Nabi Adam AS 'diturunkan' di India atau Sri lanka dan Siti Hawa di Saudi Arabia. Lalu beliau berdua bertemu di Jabal Rahmah, Saudi Arabia.

Kalau melihat perawakan dan cara hidup antara India dan Sri lanka mempunyai kemiripan yang sama. Jumlah Muslim India adalah terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Sri lanka pun memiliki komunitas Muslim, namun jumlahnya hanya 10% dari jumlah penduduknya. Hampir setiap kota kecil, besar atau distrik di Sri lanka memiliki masjid.

Namun kebenaran jejak tersebut sementara ini sirna. Karena aku perhatikan langsung dan banyak bertanya pada saudara Muslim di Sri lanka, mereka semua tidak mempercayainya. Meski pun ada yang bilang itu telapaknya Nabi Adam AS. Nama Adam's hanyalah cerita para orang tua. Gunung ini sudah terkenal sejak jaman kolonial Inggris, Belanda atau Portugis, mereka menamakan 'Adams'. Karena pemakaian nama 'Adams' itu juga sangat populer dan biasa di barat sana.

Pada kenyataannya, tempat ini (Adam's Peak) hampir 100% dipakai untuk acara ritual persembahyangan Umat Budha. Sedangkan yang lainnya datang ke sini tidak lebih hanya untuk rekreasi saja. Mereka datang ke sini dari kalangan Muslim, Kristen atau pun Hindu.


Karena tempat ini tidak ada cikal bakal sejarah Islamnya dan tidak ada riwayat yang menerangkannya. Berarti, untuk sementara abaikan saja kebenarannya. Yang penting sudah pernah ke sini untuk melihat keindahannya saja. Wallahu alam bishawab.

Adam's Peak memang sangat populer di kalangan travelers. Katanya, belum ke Sri lanka kalau belum ke Adam's Peak. Begitulah, tempat ini selalu menjadi idaman travelers kalau berkunjung ke Sri lanka.

Ketika keluar guest house pas ada 'Bus Merah' jurusan langsung Hatton. Tiketnya hanya 70 Rupee. Sebenarnya aku ingin ke Ella, tapi karena sudah terlalu petang kuatir tiba di Ella tengah malam. Jadi keinginan ke Ella aku skip saja. Sebagai gantinya, kami ambil bus ke Colombo dan menginap pada kamar yang sama ketika datang hari pertama di Colombo.



Malam itu semua badan terasa pegal yang amat sangat. Beruntung, aku membawa krim gosok pegal linu. Bagian yang sakit kugosok dengan krim. Esoknya, alhamdulillah pegalnya sudah hilang hampir separuhnya.


HARI KEDUABELAS, Rabu 30 Maret 2016

Jadwal hari ini menuju Galle. Pukul 07.00 kubeli tiket kereta api di loket Stasiun Fort. Ke Galle dengan kereta kelas 2 cuma 180 Rupee. Berangkatnya pukul 08.30.

Masih ada waktu satu setengah jam lagi. Kami sarapan dulu di pinggir stasiun lalu kembali ke hotel, mandi dan kemas-kemas barang.
Kereta ke Galle sudah menunggu kami. Perjalanan ke Galle melewati pesisir Pantai Barat Sri lanka. Dari Colombo di utara terus menyusuri ke selatan mulai Pantai Mount Lavinia, Moratuwa, Panudara, Kalutara, Hikkadua, Bentota dan Galle. Hampir tiga jam kereta membawa kami dan tiba di Galle Railway Station dengan lancar.

Kecelakaan kereta api dengan korban terbanyak di dunia, ada di jalur ini. Jalur Colombo - Galle. Ketika itu tahun 2004, tsunami menerjang pantai-pantai Sri lanka. Kebetulan ada kereta api yang sedang melintasi pesisir pantai. Penumpangnya sangat padat. Di saat itulah tsunami menerjang habis rangkaian kereta. Kalau tidak salah, peristiwa ini masih menjadi rekor korban terbanyak di dunia.

Lokasi Stasiun Galle sangat strategis tidak jauh dari pantai. Di dekat depannya ada terminal bus, Benteng Galle, Kota tua dan lebih jauh sedikit adalah pusat bisnis Galle.

Kota tuanya mirip dengan Melaka, George town Penang atau Intramuros di Manila. Di pinggir jalan dekat pantai terdapat pasar ikan. Yang dijual jenis ikan apa saja termasuk hiu. Ikan-ikan kering juga banyak dijual dekat Masjid Hussain.

Di Galle sedikit sulit menemukan rumah makan halal dibandingkan dengan kota lain di Sri lanka. Menurut penuturan penduduk lokal, Galle sedikit rawan copet, miras dan drug. Kita harus sedikit hati-hati berada di sini.

Pada dasarnya di sini cukup ketat untuk memiliki sebotol miras. Oleh karena itu, ada tempat khusus untuk membeli miras. Namanya 'Wine Stores'. Dengan demikian tidak sembarang orang bisa membeli miras di negeri ini.

Ketika sampai di Stasiun Kereta Galle, tadi kami pakai bajaj untuk cari hotel. Aku bilang padanya, "Tolong antar kami ke hotel budget". Maka dia pun mengantarkan ke beberapa pilihan hotel. Dan kami menentukan pilihannya.

Kalau senang menjelajahi kota tua Galle tidak cukup sehari. Jelajahi kota tua dan bekas benteng Galle sangat mengasyikan dan hitung-hitung olah raga untuk mendatangi spot satu persatu. Melihat benteng yang kokoh dan di depannya disuguhi hamparan birunya laut, itulah Galle.

Galle yang berada di Selatan Sri lanka, sejarahnya menjadi daerah koloni Portugis dan Belanda. Karena Galle memiliki pelabuhan yang strategis antar benua, kolonial membangun benteng yang kokoh menghadap ke laut. Mereka juga membangun perkotaan yang lengkap di belakangnya. Mercusuar buatan Belanda hingga kini masih berfungsi baik dipakai untuk panduan lalu lintas laut.



Seluruh peninggalan kolonial itu sekarang sangat dirasakan manfaatnya bagi Sri lanka. Beruntung, Pemerintah Sri lanka tahu betul memanfaatkan peninggalan aset ini untuk memakmurkan negaranya. Kawasan ini menjadi salah satu warisan terbaik di dunia. Kawasan kompleks kota kuno yang terlengkap dan terawat baik hingga kini.

Menjelajahi kawasan ini, bagusnya lihat peta lokasi. Ikuti nomor spot yang akan dikunjungi. Atau kalau masuk terowongan gerbang utama, jelajahi yang kiri dulu, lalu yang kanan.



Kota tua Galle bukanlah seonggok sejarah barang mati. Pemerintah Sri lanka sangat cerdas mengemasnya. Gedung-gedung peninggalan kolonial hampir semuanya dioptimalkan dikelola apik. Dikemas jadi hotel, restoran, cafe, artshop, bank atau masjid, sekolah, hunian warga dan gereja. Di dalamnya ada Kampung Arab, China dan lainnya. Di Kampung Arab nuansanya Islami. Di situ ada masjid, resto halal dan ada semacam pesantren.


Semuanya dikemas apik. Jalannya paving block, tidak ada tiket masuk alias gratis (kecuali tempat tertentu). Jadi suasananya dibuat seperti berada pada jamannya.

Untuk yang satu ini perlu diacungi jempol. Pantas saja angka kunjungan wisata terus naik. Turis-turis mancanegara terutama Eropa sangat menyukai kondisi ini. Mereka seperti berada di rumahnya sendiri siang dan malam.

Disamping turis Eropa, turis dari China dan Jepang juga mendominasi sebagai pelancong ke negeri ini. Apa sebabnya mereka suka ? Karena masih natural dan bagi mereka sangat murah.


HARI KEDUABELAS, 31 Maret 2016

Hari ini adalah rekor keluar hotel mulai pukul enam pagi. Kami menyusuri jalan menuju Pantai Unawatuna tapi tidak sampai tuntas. Hanya separuh jalan saja.

Di tengah perjalanan, mampir ke kampung nelayan dan makam seorang Aulia asal Yaman, Sheikh Abdurakhman. Makamnya berada di dalam seperti masjid. Namun itu mirip musoleum, seperti yang ada di Taj Mahal Agra India. Tetapi yang ini seperti masjid biasa saja dengan warna kuning yang kontras dilihat dari pinggir jalan.


Di kampung nelayan, kami sempat bantu-bantu menarik jala sampai puluhan meter panjangnya. Kehidupan mencari Ikan dengan perahu tradisional dan jaring panjang biasa dilakukan para nelayan di sini. Hasilnya langsung dijual ke luar daerah atau dijajakan di kampung sekitar. Namun menu-menu ikan jarang ada di setiap 'hotel'.

Menjelang Unawatuna ada perkampungan Muslim. Di situlah kami sarapan aneka roti, plain tea dan milk tea. Pemiliknya keturunan dari Malaysia. Dibandingkan dengan kedai-kedai lain selama kami di Sri lanka, di kedai ini harganya yang termurah.


Jangan kaget kalau di restoran diberi air minum langsung dari kran. Katanya sih hygenis. Aku pernah ke dapurnya memang ada dua kran, yang satu untuk cuci tangan dan yang lainnya untuk air minum.

Sudah puas sarapan. Untuk menghormati warga lokal, kuambil bajaj untuk menempuh sisa perjalananku sampai Unawatuna (100 Rupee).

Di pantai inilah kami puaskan berenang dan menikmati halusnya pasir putih Unawatuna yang tersohor itu. Karena bukan hari libur, suasana pantai tidak krodit. Tetapi hampir 100%, semuanya dinikmati oleh bule, sisanya dinikmati oleh kami berdua.

Menyewa kano, papan surving, perahu, peralatan diving atau snorkeling semua lengkap ada di sini. Di hamparan laut yang biru bersih sangat digandrungi turis mancanegara. Rata-rata mereka stay di penginapan pinggir pantai Unawatuna atau di Resort Jungle Unawatuna.


Untuk menghindari sengatan panasnya mentari, kami siapkan sun block biar kulitku tidak gosong. Sangat puas berada di sini, kubeli kelapa muda yang dibawa hanya dua buah oleh warga lokal seolah khusus diperuntukan buat kami. Harganya 125 Rupee per buah. Kelapa dilubangi, airnya yang segar kuminum dengan sedotan dan dagingnya.kukerok dengan irisan kulit kelapa. Surga dunia rasanya.

Kami kembali ke kampung Muslim dengan bus (12 Rupee) untuk makan siang di sana. Setelah itu dengan bus lagi kembali ke Galle (12 Rupee).

Sorenya eksplor kota tua ke musium maritim, bekas rumah sakit, mercusuar dan shalat magrib di Masjid Jamma Al Khoirot. Makan malamnya di Resto Halal Indian Hut yang berada di pinggiran kota tua fort Galle.

Kami sempatkan beli oleh-oleh titipan teman di artshop resmi Laksala seberang kantor pos. Dan menjahitkan tas ransel anakku yang sobek hampir putus di sebelah artshop. Kata mereka, "Karena kita sesama Muslim, berarti kita bersaudara,  jadi brother tidak perlu bayar apa-apa". Sungguh mulia hati mereka. Semoga Allah SWT. akan membalas segala kebaikan mereka. Aamiin YRA.


HARI KETIGABELAS, Jumat 01 April 2016

Hari terakhir di Galle kami mampir ke masjid terbesar setelah Masjid Hussain dan Masjid Jamma Al Khoirot di kota ini, yaitu Masjid Muhiyiddeen Jumu'a. Penjelajahan kami lakukan lagi setelah Shalat Dhuha di masjid tersebut.

Eksplor masih kami lakukan di sekitar kota tua. Tetapi sebelumnya aku mampir dulu ke stasiun kereta membeli tiket tujuan Colombo (180 Rupee) yang akan berangkat pukul 14.45. Kalau pilih yang pukul 10.55 waktunya terlalu mepet. 


Urusan di Galle semuanya selesai. Panggil bajaj minta antar ke stasiun bus yang letaknya di sebelah stasiun kereta api. Kami santai-santai dulu di koridor atas terminal sambil menunggu keberangkatan kereta. Di situ, sempatkan makan kue roti dan minum dulu sebelum berangkat. 

Alamak ... di kereta kami ga kebagian tempat duduk. Bukan aku saja, para turis juga mengalami hal yang sama. Alhasil kami berdiri sampai Colombo. Kalau sedang diuji harus sabar, biar ujiannya lulus. He ... he ...

Malam ini malam terakhir kami tidur di Colombo yang juga berarti terakhir tidur di Sri lanka. Besok kami akan kembali ke tanah air via KLIA2 Malaysia terus ke Surabaya.


HARI KEEMPATBELAS, Sabtu 02 April 2016

Di hari terakhir ini, uang Rupee hanya cukup untuk sarapan, minum dan ongkos bus ke Airport. Ya ... sementara harus ditahan dulu untuk segala keinginan, seperti berpuasa begitulah.

Tetapi hal begini sudah biasa buat kami. Yang penting harus selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT. Pasti Allah akan menambah nikmat kepada hambaNya.

Kami sudah check out di tengah hari itu. Bag kami titipkan di rooms dan akan kami ambil sekitar pukul enam malam. Sandal kesayangan yang setia menemaniku selama dua minggu, aku hibahkan pada petugas room.

Hari ini aku hanya bisa ke Clock Tower yang ada di depan pintu masuk pelabuhan. Lalu ke Masjid Merah untuk Shalat Dhuha dan Shalat Dhuhur di situ. 



Tepat pukul 17.30 kami meninggalkan Colombo dengan 'Bus Rakyat No. 187' jurusan airport. Ongkosnya 100 Rupee. Waktu tempuhnya 1.30 jam.

Karena ini bus biasa, jadi penumpangnya naik turun. Kalau dengan taxi, ongkosnya 2.000 Rupee. Kalau dengan bus mini AC, 200 Rupee.

Bus 187 ini jumlahnya banyak. Dari Colombo, pada pukul sembilan malam masih ada. Berhentinya di terminal dekat airport, kira-kira jaraknya satu kilometeran. Dari situ bisa naik bajaj atau jalan kaki.

Pertama kali, ketika tiba di terminal kedatangan, semuanya memang terlihat jadul. Tetapi ketika pulang lewat terminal keberangkatan, kondisinya jauh lebih baik dibanding terminal kedatangan. Sederetan duty free dan gerai-gerai yang lengkap dan rapi ada di situ. Tidak ada lagi gerai yang jual 'barang elektronik' seperti ketika kami tiba. Lorong terminalnya juga manis dan lebih megah. Barang kami diperiksa oleh tiga scanner detector hingga akhirnya masuk ke dalam pesawat. Tetapi di scanner detector yang terakhir semua harus diperiksa seperti sabuk celana dan alas kaki.

Lepas dari imigrasi juga masih ada lagi pemeriksaan dari petugas. Paspor diteropong dengan alat khusus (seperti memeriksa keaslian batu mulia). Bukan itu saja, tiket dari Malaysia ke Indonesia pun minta ditunjukkan. Ya, semua pemeriksaannya lebih ketat untuk menjamin keselamatan semuanya.

Ada sedikit hal yang disayangkan. Seharusnya perjalanan kami teruskan ke Maldives (Maladewa). Tiket sudah ku-booking. Tetapi pada saat akan kubayar, anakku punya keperluan mendadak di tanah air. Sehingga untuk sementara harapan ke Maldives harus ditunda sampai ada kesempatan yang baik.

Oh Sri lanka .... negeri yang masih jauh tertinggal dari Indonesia. Tetapi ketika kubuka mataku, KEMAMPUAN BAHASA INGGRIS WARGAMU HAMPIR MERATA, SANGAT AMAT SEDIKIT PEMINTA-MINTA, TIDAK ADA PENGAMEN dan TIDAK ADA PARKIR JALANAN.

Sampai jumpa lagi Sri lanka, kami 'pasti' akan kembali. Bye ... Bye ...



     Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN 
email  : alsatopass@gmail.com






















No comments: