Berawal dari penjemputanku di Penang International Airport dan dilanjutkan perjalanan dengan Bus Rapid No 401 ke George Town menuju penginapan.
Itulah rangkaian
hari pertama (15/11) perjalanan kami yang diikuti oleh para tetangga dan
seorang Ustadz yang kerap memberi tausiah di masjid perumahan kami. Rombongan
kecil berjumlah tujuh orang ditambah aku sendiri yang lebih dulu menjelajah
selama tiga puluh lima hari ke beberapa negara.
Tujuan safar
(perjalanan) kami adalah mensyukuri nikmat Allah, mengenal setiap hamparan bumi
Allah dan bersilaturahmi dengan saudara Muslim Penang Malaysia, Hatyai dan
Pattani di Thailand Selatan.
NAMANYA JUGA
TETANGGA
Konsentrasi kami
selama di Penang menjelajahi kota tua yang terdaftar sebagai Kota Warisan Dunia
pada badan PBB UNESCO yakni George Town. Kemudian lebih lanjut ke Penang Hill,
ke Masjid Terapung Tanjung Bungah dan ke Pusat kuliner/perbelanjaan di Gurney.
Semua itu kami tempuh dengan Bus Rapid Penang yang murah meriah, canggih, bersih,
uang pas dan on time.
Unik juga punya
pengalaman traveling bersama tetangga. Apalagi usianya bervariasi dan memiliki
profesi yang berbeda-beda. Sebut saja Prof. Afnan dan Pak Waluyo. Beliau
berdua, usianya tujuh puluhan. Sedangkan yang lain usianya masih jauh di bawah
itu.
Sedari awal,
alhamdulillah kami bisa istiqamah menjalankan kewajiban sujud lima waktu
berjamaah. Oleh sebab itu kami memilih hotel yang dekat dengan segalanya.
Misalnya dekat dengan masjid, tempat makan halal, money exchange dan akses
transportasi. Dengan begitu biaya safar ini bisa kami tekan lebih ekonomis.
KE HATYAI LEWAT
DARAT
Hari berikutnya
kami menuju Hatyai, yaitu kota terbesar di Thailand Selatan. Berangkatnya
dengan minivan kapasitas 11 penumpang. Selain kami ber delapan ada penumpang
lagi asal Thailand, Filipina dan Amerika Serikat. Suasana di dalam mobil
angkutan ini sangat bersahabat. Kami saling berbagi informasi tentang
perjalanan ini. Adapun ongkos minivan dari Penang ke Hatyai per orang 40
Ringgit atau setara seratus lima puluh ribu rupiah. Tapi dari Hatyai ke Penang
ongkosnya lebih mahal, 400 Bath atau 50 Ringgit. Monggo silakan dipilih mau
bayar pakai Bath atau Ringgit.
IMIGRASI BUKIT KAYU HITAM |
Melintasi Imigrasi
Malaysia lancar-lancar saja. Berbeda dengan Imigrasi Thailand. Di situ pas
terjadi antrian panjang, sehingga waktu tempuh ke Hatyai sedikit molor. Meski
begitu semuanya bisa masuk ke Thailand dengan selamat. Sebelum masuk imigrasi
kedua negara, ada kebiasaan setiap orang menyerahkan dua ringgit beserta paspor
pada sopir. Sebagai imbalannya, sang sopir memberikan kartu imigrasi yang sudah
tercetak lengkap dengan data seperti di paspor.
Melintasi dua
negara dengan cara ini, ada dari kami yang belum pernah sama sekali. Mereka
biasanya lewat udara. Sehingga urusan imigrasi dilakukan di dalam bandara
masing-masing negara.
Di Hatyai kami
memilih kamar yang besar (family room) seperti yang kami lakukan di Penang.
Kami terus aktif cari informasi. Misalnya, kalau ada hotel yang lebih murah
tapi fasilitasnya sama, kami tidak segan-segan pindah ke hotel baru.
Di pusat Kota
Hatyai masjidnya tidak banyak dan jauh. Tapi jumlah penduduk Muslim di Thailand
bagian selatan lebih banyak dibanding propinsi lain. Alhasil, sesekali kami
hanya bisa shalat berjamaah di dalam kamar bukan di masjid. Selepas shalat kami
melakukan sharing hikmah perjalanan secara bergilir. Sharing ini dipimpin
Ustadz Alfin. Masing-masing menceritakan pengalaman hikmah perjalanan hari ini.
Perjalanan kami ini
tidak memakai jasa tour travel. Pilih hotel, makan, waktu dan tujuan. Semuanya kami atur dan lakukan secara
mandiri. Tidak ada formal formalan dan dilakukan dalam suasana cair dalam
bingkai kebersamaan. Dan hampir seratus prosen rencana dilakukan dan diputuskan
di 'TKP'.
NIKMATI KARI KEPALA IKAN |
Selain itu kami
bisa introspeksi, menerima apa yang ada dan bersyukur. Sebab hampir semua
peserta kebiasaan hidupnya berada di level menengah ke atas. Safar ini memberi
pelajaran untuk mensyukuri setiap relung kehidupan. Pada akhirnya kebiasaan ini
In Shaa Allah semua akan berubah menjadi kenikmatan. Bukan sengsara membawa
nikmat.
Di hari yang lain,
kami menjelajah ke beberapa tempat di sekitar Hatyai. Diantaranya Central
Mosque, Kota lama Songkhla, Tangkuan Hill, Dragon Songkhla Statue, floating
market dan Patung Mermaid di pesisir Pantai Songkhla yang berpasir putih. Kata
orang, belum sah ke Songkhla kalau belum berfoto di depan Patung Putri Duyung
Mermaid.
CUKUP PAKAI TUK-TUK
Menuju ke situ,
kami sewa tuk-tuk. Moda transportasi seperti angkot, tapi pintu
masuknya dari belakang. Untuk mendapatkan harga yang murah, aku pakai jurus
berbahasa Thai dan merangkul ringan pundak sang sopir. Alhamdulillah dengan
jurus ini sopir tuk-tuk sepakat dibayar 900 Bath saja.
TUK2 ANGKUTAN UMUM DI HATYAI |
Rencana selanjutnya
adalah ke Pattani. Sebuah kota yang banyak Muslimnya dan banyak masjidnya.
Jaraknya dua jam perjalanan dengan minivan.
MENGENALKAN PATTANI
Maka esoknya
(18/11) di hari yang masih pagi kami bergegas menuju terminal bus pakai
tuk-tuk. Ongkosnya berdelapan kutawar 150 Bath. Padahal normalnya per orang 30
Bath.
Di situ kubeli
tiket minivan tujuan Pattani untuk delapan orang. Minivan nya bagus-bagus
sekelas minivan yang sering dipakai standar turis mancanegara. Ongkosnya 100
Bath.
Jangan heran, untuk
memasuki Pattani banyak penjagaan oleh militer bersenjata lengkap. Posnya
dikelilingi tumpukan karung pasir dan panser yang siaga di posisinya. Kalau
naik minivan tampak aman-aman saja. Sebab kendaraan umum tersebut sering
mondar-mandir Hatyai - Pattani. Lagi pula kami semua wajahnya mirip wajah orang
Thailand. Jadi di setiap pos, minivan hanya berjalan pelan dan membuka kaca
jendela.
MASJID RAYA PATTANI |
Tiba di Pattani
minivan berhenti di area parkir Masjid Raya yang banyak ditumbuhi pohon kurma.
Sambil menunggu kehadiran temanku asal Pattani, kami istirahat sejenak di teras
masjid bagian timur.
Untuk mengunjungi
beberapa masjid di kota ini, aku menyewa tuk-tuk dari pangkalannya di dalam kampus Prince Songkhla University.
Tujuannya ke Masjid Krusek, Masjid Raja dan Masjid Raya. Untuk ketiga tempat
ini dia minta 400 Bath.
Satu per satu
tujuan kami selesaikan. Di Masjid Krusek, kami datang pas waktu Dhuhur tiba
jadi kami bisa langsung shalat berjamaah. Jamaahnya full sebab kebetulan ada
rombongan touring dari Perlis Malaysia.
MASJID KRU SEK, PATTANI |
Sebagai tanda tali
ikatan silaturahmi, kami serahkan beberapa set sarung, tasbih dan kopiah yang
kami bawa dari tanah air. Senyum bahagia dari imam dan yang lain membuat kami
terharu. In shaa Allah kapan-kapan ingin kemari lagi.
MASJID ACHEH PENANG |
PANTAI SONGKHLA |
Sebelum Hamdee
mengantar kami ke terminal, kami serahkan tanda mata padanya untuk disampaikan
pada saudara yang membutuhkan. Perasaan hati menjadi lega setelah bisa berbagi
pada saudara-saudara seiman di Pattani. Saat itu juga kubeli tiket minivan
untuk kembali ke Pattani. Minivan langsung penuh dan langsung berangkat menuju
Hatyai.
BELANJA TIPIS-TIPIS
SEBELUM KE PENANG
Esoknya (19/11),
ada teman kami yang pulang duluan karena ijin cutinya terbatas. Dialah Terry,
pulang ke Surabaya dari Penang. Naik kereta api dari Hatyai ke Padang Besar,
lalu dari Padang Besar ke Butterworth. Lantas nyebrang pakai ferry ke George
Town dan menuju airport dengan Grab. Cara ini lebih murah, tapi sedikit merepotkan.
Kami pun menyusul
ke Penang pada petang harinya. Tapi kami tetap naik minivan karena lebih
praktis dijemput dan diantar ke hotel. Kalau tadi Terry langsung balik ke
Surabaya. Sedangkan kami masih stay tiga malam lagi di Penang.
MASJID TERAPUNG TANJUNG BUNGAH-PENANG |
HALAMAN MASJID KAPITAN KELING PENANG |
Lusanya (21/11),
Ustadz Alfin menyusul pulang. Dari Penang pakai bus menuju Kualalumpur. Sebab
malamnya akan meneruskan perjalanan ke Uzbekistan dengan rombongan yang lain.
Alhasil, kini kami tinggal ber enam.
Untuk ibadah harian
kami masih konsisten berjamaah di masjid. Sisa waktu di Penang kami manfaatkan
untuk mengeksplor lebih dalam ke beberapa spot wisata. Tidak lupa kami
mencicipi satu persatu kuliner khas Penang yang melegenda. Mie sotong, cendol,
nasi kandar, laksa, kepala ikan bumbu kari atau rojak pasembur menjadi buruan
kami setiap hari.
Delapan hari pun
tidak terasa. Petang ini menjadi waktu kami terakhir di Penang dan harus
kembali ke Surabaya.
MASJID KAPITAN KELING-PENANG |
Akhirnya kami hanya
bisa mengucap syukur pada Illahi Rabbi atas nikmat-nikmatNYA pada kami.
Lengkap
sudah perjalanan kami, pesawat landing di Bandara Juanda Surabaya. Dalam
perjalanan pulang ke Malang kami mampir ke sebuah masjid untuk shalat
berjamaah. Pada kesempatan itu, kami saling bermaafan apabila ada salah kata
dan perbuatan selama safar delapan hari.
Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
No comments:
Post a Comment