Kota Kecil Tua Pejat sebagai Ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai
sedikit ramai bila ada kapal yang datang atau mau berangkat. Di dekat pelabuhan
terdapat beberapa penginapan yang taripnya bervariasi atau rata² 150 ribuan. Rumah
makan dan toko menghiasi suasana pemukiman sekitar sini. Jalan utama yang terbuat dari cor terbentang mulai Tua Pejat
hingga Desa Pogari menuju Sioban. Sedangkan pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Mentawai
ada di km 4 jalan utama ini. Selebihnya hanya jalan kecil di sepanjang
pinggiran rumah dimana pantainya sebagai halaman belakang setiap rumah warga
Tua Pejat.
MENTAWAI dan PARIAMAN
Soal kulineran di Pulau Sipora ingin kucoba semuanya mulai
ikan bakar lado, randang, sate, pecal dan durian yang melimpah datang dari
Pulau Sikakap. Harga seporsi makan dengan 2 lauk ditarik tidak lebih dari 25
ribu. Begitu juga dengan duriannya. Lima belas ribuan dengan kualitas yang hhmm
wuuuah... wuenak tenan.
Sebelum naik ferry aku sempatkan makan 2 buah durian yang
melimpah di pelataran parkir Pelabuhan Tua Pejat. Durian datang dari Pulau Sikakap
yang diturunkan dari kapal kayu. Kedatangannya menjadi rebutan warga penikmat
durian, termasuk aku baru berhenti makan pas sirine panggilan ferry berbunyi.
Dengan menumpang kendaraan umum berjenis minibus biru L300
jenis lama, aku sampai juga di Pasar Raya (10 Ribu). Dari perempatan dekat
Matahari aku lanjut menumpang angkot warna orange ke Stasiun KA Tabing (4 Ribu).
Dari Pelabuhan ASDP Bungus menuju Kota Padang aku melewati
perbukitan mengelilingi Teluk Bayur. Memang sangat amazing betul teluk ini.
Pantas saja sampai diabadikan dalam sebuah lagu Teluk Bayur yang dinyanyikan
oleh Erni Djohan.
Inilah Kota Pariaman yang panas sebab letaknya ada di pesisir
pantai. Terdapat 3 pantai yang populer seperti Pantai Cermin, Pantai Gandoriah
dan Pantai Kata. Pantai² ini sangat rapi. Antara jalan raya, trotoar pejalan
kaki, parkir, trek di area pantai, taman dan para penjual mamin tertata sangat
apik. Sehingga pantainya utuh tidak bercampur baur dengan yang lain.
Di sekitaran Stasiun Kereta Api sangat ramai karena dekat
pasar dan angkutan umum. Sedangkan penginapan budget ada di sepanjang jalan rel
kereta api.
Kulinerannya yaitu Sala kalau di Jawa semacam gorengan untuk
camilan atau sebagai teman makan nasi. Olahan dari tepung yang dibumbui lalu
digoreng.
Sedangkan Nasi Sek, artinya saratuy kanyang (seratus
kenyang). Awal mulanya, nasi sek ini harganya cuma seratus rupiah. Seiring
waktu, harganya berubah mengikuti sesuai perkembangan jaman. Sekarang harganya
sepuluh ribuan, sehingga merubah kepanjangannya Nasi Sepuluh Ribu Enak Kenyang.
Walau begitu, harganya bisa lebih murah. Itu juga tergantung lauk pendampingnya.
Phisiknya dibungkus daun pisang berbentuk segi tiga seperti
nasi kucing kalau di Jawa, nasi uduk Jakarta atau nasi jinggo di Bali.
Nasi Sek biasanya dikombinasikan dengan gulai jengkol, sambal
cabai atau sayur singkong.
Makan sudah, menjelajahi kota dan desa sudah. Di sela² itu
semua yang terpenting adalah beribadah pada Allah sesuai perintahNYA. Salah
satunya adalah shalat berjamaah di masjid. Pada kesempatan ini aku Shalat
Maghrib di Masjid Raya Pariaman. Masjid dengan arsitektur lama dengan suasana
sejuk dan bersih. Di sisi utaranya terdapat makam Syeikh Moch. Jamil dan di
bagian lain terdapat kantin dan madrasah. Masjid Raya Pariaman ini berdiri dalam
satu kompleks konsep rumah ibadah yang lengkap.
Kurasa cukup eksplor tipis² Kota Pariaman. Selanjutnya aku
menuju Bukittinggi. Dari homestay naik ojek ke Simpang Lapai (5-7 ribu). Di
situ adalah pangkalan bus mini warna kuning L300 jurusan Bukittinggi (15 ribu).
Angkutan melewati Sicincin, Padang Panjang lantas
Bukittinggi. Tiba di Terminal, suasananya sangat ramai dengan berbagai armada
angkutan dan bercampur dengan aktivitas pasar di sekelilingnya. Betul² sangat
ramai. Dari situ ke penginapan aku order Gojek yang bayarnya cuma seribu rupiah.
BUKITTINGGI
Saat pertama masuk di Bukittinggi pas masuk waktu shalat,
setiap masjid masing² mengumandangkan adzan. Suaranya bersaut²an. Begitu juga
dengan tausiahnya terdengar jelas dari masing² masjid.
Di Bukittinggi yang pertama kulakukan adalah menikmati nasi
kapau di Pasar Atas dekat Menara Jam Gadang. Penyajian yang unik dan menu
pilihannya banyak, menambah selera untuk mencobanya.
Penyajian dengan sendok panjang untuk mengambil lauk itulah
yang menjadi daya tariknya. Melegenda betul nasi kapau ini. Soal rasa dan harga
sesuai betul memuaskan penikmatnya. Kita bisa makan di tempat atau minta
dibungkus dibawa pulang akan dilayani oleh Uni dan Etek di sana.
Selepas perut kenyang, tinggal jalan sedikit melewati dalam
pasar, maka aku tiba di pelataran Jam Gadang. Monumental sekali dan gagah
berdiri tegak menunjukkan kewibawaan Jam Gadang. Kalo lagi solo traveler, aku
sering minta tolong pada orang² dekat situ. Alhamdulillah sampai saat ini
mereka nggak pernah keberatan. Pilih background dan bergaya apik lalu jepret
sebanyak mungkin.
Tentang penginapan, ada baiknya pilih di antara Jam Gadang
dan Lobang Jepang. Di situ banyak sekali penginapan dengan berbagai harga. Tapi
kala itu aku pilih Graha Muslim Hotel (GM) di Jl. Prof. Hamka yang relatif
dekat ke-mana².
Pagi sekitar pukul delapan aku start bersama sahabat ke Bukit
Lawang dengan sepeda motor. Perlu satu jam menuju obyek wisata ini yang
menawarkan view Danau Maninjau dari atas. Jalurnya mulai dari jalan samping
Lobang Jepang, Matur (jalur ke kelok 44) lantas Bukit Lawang. Tiket masuknya 20
ribu per orang.
Sebelum ke Puncak Lawang kami melewati Desa Matur. Di desa
ini punya keunikan di pasar hewan dalam transaksi jual belinya. Yakni penawaran
dilakukan di dalam sarung. Cukup menggunakan kode jari di dalam sarung, penjual
langsung mengiyakan atau menolak penawaran tersebut.
Kalau kemari tergantung cuaca berkabut atau bersih sedikit
awan. Sebab kalau berkabut tidak bisa melihat apa². Semoga anda diberi langit
cerah kalau berkunjung kesini.
Pulangnya melewati jalan yang sama. Kebetulan di pinggir
jalan ada yang jual durian, harus mampir dong untuk mencicipi satu atau dua
buah durian. Yang menjadi gong nya kulineran hari ini adalah menikmati Itiak
Lado Mudo di Ngarai. Dagingnya empuk dan sambalnya (lado) hhm hijau pedas²
gimana gitu.
Lebih lanjut aku ke Taman Panorama Ngarai Sianok dan Lubang
Jepang. Tiket masuknya 15 ribu. Dan lokasinya tidak jauh dari Jam Gadang. Yang
pertama adalah Ngarai Sianok berupa gugusan tebing curam kiri dan kanan. Di
belakangnya tampak Gunung Singgalang dan dihiasi lanskap alam yang sangat
indah. Yang kedua adalah Lobang Jepang yang panjangnya 1,5 km dengan kedalaman
50 m. Namun di dalamnya terdapat lorong² bercabang yang memiliki fungsi
berbeda².
Lubang ini dibangun pada masa kolonial Jepang. Para
pekerjanya adalah Romusha, tenaga kerja paksa yang berasal dari berbagai daerah
luar Sumatera Barat. Banyak korban berjatuhan dalam pembuatan lubang ini karena
dipaksa dengan begitu kejam bahkan dibunuh. Pembangunan lubang ini berhenti
ketika terjadi bom di Hiroshima. Kemudian lubang ini ditemukan setelah
Indonesia merdeka dan lubang diperbaiki dibesarkan serta direnovasi untuk
wisata hingga sekarang.
Bersambung ke JELAJAH 6 PROPINSI DALAM SEBULAN (3)
Klik disini : https://www.seratusnegara.com/2019/08/jelajahi-6-propinsi-dalam-sebulan-3.html
Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
No comments:
Post a Comment