Jalan raya dari Muntok ke Pangkal Pinang 'PP' phisiknya lurus, mulus dan sepi. Sepertinya sih itu bukan jalan utama satu²nya tapi ada jalan lain bercabang menuju ke beberapa daerah, misalnya jalan ke Sungai Liat. Dari Muntok ke PP jaraknya 135 kilometeran. Perlu 2.5 jam untuk kesana. Di sepanjang jalanan yang sepi itu terdapat beberapa rumah makan yang siap untuk disinggahi.
MUNTOK - BANGKA
Dari Pelabuhan Muntok ada Armada DAMRI dan ada angkutan bus ke berbagai jurusan namun naiknya harus dari terminal. Seringkali aku dibingungkan oleh nama² 'Tanjung Pinang, Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan'. Untuk memastikannya biasanya aku langsung Googling dan ga mau bersusah payah mengingatnya satu persatu karena takut salah.
Sebagai Ibukota Provinsi Kep. Bangka Belitung kota ini memiliki sebuah Bandara, Depati Amir namanya. Begitu juga di Belitung, ada Bandara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin.
Karena di Bangka cuma transit, eksplornya hanya bisa tipis² aja. Di PP aku ke Museum Timah dan Shalat di Masjid Jamik PP. Lalu, karena kuatir kehabisan tiket kapal cepat ke Belitung. Aku buru² menuju Pelabuhan Pangkal Balam. Posisi Bulan Agustus 2019 harga tiketnya 202 ribu plus restribusi masuk pelabuhan 8 ribu. Jadi total 210 ribu.
Namanya juga perjalanan jauh seperti pulang kampung gitu. Para calon penumpang banyak bawaannya. Dos, karung, koper, ransel atau kantong kresek besar, itulah diantaranya yang dibawa. Kapal Express Bahari akan mengarungi Selat Gaspar setidaknya 5 jam. Berbeda dengan kapal-kapal biasa, kapal cepat ini seperti melayang di atas air. Naik turun dihempas ombak besar membasahi kaca bagai naik Speedboat. Begitulah suasananya. Rasanya ngeri-ngeri sedap.
BELITUNG
Tepat 5 jam berada di atas lautan, akhirnya aku tiba di Pelabuhan Bumi Laskar Pelangi Belitung. dari luar pelabuhan aku cepat² order ojek online menuju hotel yang sudah ku-booking.
Perutku sudah kosong dari tadi siang. Saatnya menikmati makan malam di dekat hotel. Harga-harga makanan minuman di sini jauh lebih mahal dibandingkan dengan daerah lain. Sebab berbagai bahan baku hampir semuanya didatangkan dari luar Belitung. Hal itulah yang membuat harga-harga jadi mahal.
Pada hari ini aku sengaja istirahat yang cukup. Barulah selepas tengah petang aku mulai menjelajah lagi. Yang pertama cari tukang cukur rambut. Hari itu hampir semuanya toko² dan lainnya tutup. Maklumlah tanggal 17 Agustus, semua sedang memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke-74. Tapi Alhamdulillah ada tukang cukur pinggir jalan kutemukan buka. Habis itu ... cari tempat pijat refleksi agar kaki dan badan lebih fresh. Akhirnya dapat KAKIKU Tempat tersebut kucari di google. Lepas dari situ ke Masjid Agung Al Mabrur. Berikutnya melakukan jelajah inti hari ini ke Danau Kaolin dengan ojek online.
Danau tersebut terjadi dari bekas galian kaolin (tanah liat bahan pembuat keramik) yang tergenang air. Pasirnya putih bersih dan airnya kebiruan warnanya. Tidak jauh dari situ terdapat tumpukan kaolin yang tingginya menyerupai gunung. Setelah itu lanjut ke Tanjung Pendam pakai ojol lagi. Pantainya berpasir putih. Di pantai ini pas banget untuk melihat sunset. Wuihh.. kebetulan langitnya bersih, jadi proses tenggelamnya matahari bisa disaksikan secara utuh.
Hhmmm.... arah jalan baliknya mampir ke Dapur Sakato buat makan malam. Dan sebagai penutup hari ini adalah menikmati secangkir kopi di kedai kopi yang legend 'Kong Djie Siburit'. Aku lebih suka ngopi di kedai yang satu ini daripada kedai yang lain. Lokasinya di pertigaan jalan menunju Tanjung Pendam setelah Monumen Satam Square.
Heran juga lihat Kota Tanjung Pandan ga ada orang yang jalan kaki. Aku jadi teringat dengan Kota Bandar Sri Begawan Brunei, hampir sama seperti itu. Apa ini salah satu tanda kemakmuran ? Semuanya berkendaraan mobil atau motor. Angkot pun tidak ada, kecuali kendaraan umum dari/ke terminal menuju kota² yang jauh seperti ke Manggar. Angkot seperti itu biasanya naik dari Pelabuhan Kapal Cepat. Di situ banyak yang menawarkan angkutan menuju beberapa tempat. Kendaraan pribadi dan ojol bike atau car mendominasi sebagai transportasi di Belitung.
Ini baru pengenalan pertama tentang Belitung yang memiliki jalan hotmix mulus. Dan kondisi keamanannya mirip dengan Bali sepuluhan tahun yang lalu, aman tenteram. Kendaraan bermotor digeletakkan begitu aja, nggak dikunci juga nggak kuatir digondol maling.
Bukan itu saja, disini ga ada yang namanya minimarket A*mart atau I*mart. Dimana² bebas parkir kecuali ada satu dua saja. Tidak ada pengamen. Warganya ramah suka membantu. Itulah karakter Belitung. Hampir tidak ada tiket masuk ke berbagai obyek wisata di seluruh Belitung alias gratis.
Masih banyak spot yang belum kukunjungi. Pelan-pelan aja dicicil ntar juga habis. Untuk sementara ini aku pilih yang dekat-dekat setelah itu menuju yang lebih jauh.
Awalnya kukira tugu yang bertulisan Monumen Satam Square diatasnya mirip teripang hitam. Nggak taunya Satam yaitu batu meteor yang pernah jatuh di Belitung. Batu itulah yang dijadikan simbol Belitung.
Niat pagi itu setidaknya dapat tambahan destinasi baru yang penuh arti di Belitung. Kali ini aku bekerja sama dengan ojek untuk eksplor khusus bagian pantai. "Bang Zein jalan² yuk nanti saya yang bayarin semuanya" begitu kataku. Bang Zein mengiyakan tanda setuju. Pendapatan per hari katanya 150 ribuan bersih. Ok setuju... nanti kita makan bareng dan bensin aku yang ngisi.
Cara seperti itu sering kulakukan. Manfaatnya diantaranya dapat teman baru, bisa berbagi rizky, ada teman ngobrol, dia tau lokasi mana yang harus dikunjungi dan dia bisa bantu ambil foto untukku. Entah mengapa dalam perjalanan kali ini aku dua kali dipertemukan dengan orang baik yang sama-sama bernama ZEIN. Yang satu di Bengkulu dan yang ini di Belitung. Terima kasih Ya Allah.
Selepas minum kopi di Kong Djie Siburit langsung cus ke rumah Zein buat siap² dan ijin pada kedua orangtuanya. Maklum Zein masih kuliah di Yogyakarta dan ini adalah kerjaan sambilan untuk mengisi liburan pulang kampung selama 3 bulan. Aku pun berkenalan akrab dengan keluarganya.
Tujuannya ke Tanjung Tinggi yang jaraknya dari Tanjung Pandan sekitar 30 kilometeran. Beruntung kami masing² bawa jaket karena hawanya benar² panas dan anginnya cukup kencang.
Dari Pantai Tanjung Tinggi tampak Pulau Lengkuas disitu terdapat menara mercusuar yang berumur seratusan tahun. Di dekatnya tampak Pulau Burung dimana bercokol Batu Garuda. Semua air pantainya berwarna jernih dan kebiruan sungguh eksotik. Begitu juga Pantai Tanjung Kelayang sebagai tempat tambatan perahu² menuju ke beberapa pulau kecil di sekitarnya.
Batu² alam berukuran raksasa saling bertumpuk di tepian pantai. Di sinilah salah satu lokasi pembuatan Film Laskar Pelangi yang fenomenal itu sehingga nama Belitung melambung tinggi.
Kalau kemari harus berhati² sebab jalannya lurus mulus. Terlena sedikit bisa celaka. Siapkan perlengkapan topi, sun block, air minum. Kalau perlu bawa makanan sekalian. Sebab di sini makanan minuman lumayan harganya. Kalau ada duit ga masalah sekalian membantu ekonomi warga setempat.
Pada umumnya untuk menyebrang ke beberapa pulau harus sewa perahu. Kalau banyak penumpangnya, maka setiap orang bakal lebih ringan bayarnya. Dalam meng-eksplor pantai-pantai ini harus sabar biar bisa menikmati setiap detailnya. Aku nikmati dengan hati senang meski sinar matahari begitu menusuk tubuhku.
Sebelum memasuki Tanjung Tinggi, kami melewati Sijuk sebagai desa penghasil durian kualitas tinggi. Satu desa dipenuhi pepohonan durian. Pantas saja di persimpangan jalannya terdapat tugu durian. Sayang, ketika aku kemari tidak sedang musim durian.
Sebelum memasuki Pantai Tanjung Pendam terdapat lokasi pembuatan perahu kayu. Nama kampungnya Tanjung Kubu-Desa Batu Itam. Harga perahu bermacam-macam tergantung ukuran besar kecilnya sesuai pesanan. Beberapa perahu sedang dibuat di situ dan kami diijinkan melihat proses pembuatannya.
Rencana hari ke-2 bersama Zein sudah disiapkan. Menuju ke Belitung Timur itu targetnya. Start pukul 6 pagi, sepeda motoran bersama Zein menempuh perjalanan 70 kilometeran. Kalau berangkat pagi udaranya masih fresh dan belum terasa panas.
Ke Belitung Timur tidak semua spot kami datangi. Yang inti² aja yang aku singgahi. Jalan utama yang cukup lebar di ruas Tanjung Pandan - Manggar sepi sekali. Serasa jalanan milik kami berdua. Jalanannya ber-hotmix mulus tapi kendaraan yang lewat cuma sedikit. Inilah yang dinamakan jauh tapi dekat. Jaraknya jauh tapi cepat sampai. Alhasil pukul 7 lewat sedikit kami sudah sampai di Gantong.
Kami adalah orang pertama yang masuk sekolah dasar SD Gantong pagi ini. Belum ada satupun 'murid' yang hadir. Dan terpaksa aku mengajar 'tanpa murid' di SD Laskar Pelangi ini. Hhe...
Dari Pelabuhan Muntok ada Armada DAMRI dan ada angkutan bus ke berbagai jurusan namun naiknya harus dari terminal. Seringkali aku dibingungkan oleh nama² 'Tanjung Pinang, Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan'. Untuk memastikannya biasanya aku langsung Googling dan ga mau bersusah payah mengingatnya satu persatu karena takut salah.
Sebagai Ibukota Provinsi Kep. Bangka Belitung kota ini memiliki sebuah Bandara, Depati Amir namanya. Begitu juga di Belitung, ada Bandara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin.
Karena di Bangka cuma transit, eksplornya hanya bisa tipis² aja. Di PP aku ke Museum Timah dan Shalat di Masjid Jamik PP. Lalu, karena kuatir kehabisan tiket kapal cepat ke Belitung. Aku buru² menuju Pelabuhan Pangkal Balam. Posisi Bulan Agustus 2019 harga tiketnya 202 ribu plus restribusi masuk pelabuhan 8 ribu. Jadi total 210 ribu.
Namanya juga perjalanan jauh seperti pulang kampung gitu. Para calon penumpang banyak bawaannya. Dos, karung, koper, ransel atau kantong kresek besar, itulah diantaranya yang dibawa. Kapal Express Bahari akan mengarungi Selat Gaspar setidaknya 5 jam. Berbeda dengan kapal-kapal biasa, kapal cepat ini seperti melayang di atas air. Naik turun dihempas ombak besar membasahi kaca bagai naik Speedboat. Begitulah suasananya. Rasanya ngeri-ngeri sedap.
BELITUNG
Tepat 5 jam berada di atas lautan, akhirnya aku tiba di Pelabuhan Bumi Laskar Pelangi Belitung. dari luar pelabuhan aku cepat² order ojek online menuju hotel yang sudah ku-booking.
Perutku sudah kosong dari tadi siang. Saatnya menikmati makan malam di dekat hotel. Harga-harga makanan minuman di sini jauh lebih mahal dibandingkan dengan daerah lain. Sebab berbagai bahan baku hampir semuanya didatangkan dari luar Belitung. Hal itulah yang membuat harga-harga jadi mahal.
Pada hari ini aku sengaja istirahat yang cukup. Barulah selepas tengah petang aku mulai menjelajah lagi. Yang pertama cari tukang cukur rambut. Hari itu hampir semuanya toko² dan lainnya tutup. Maklumlah tanggal 17 Agustus, semua sedang memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke-74. Tapi Alhamdulillah ada tukang cukur pinggir jalan kutemukan buka. Habis itu ... cari tempat pijat refleksi agar kaki dan badan lebih fresh. Akhirnya dapat KAKIKU Tempat tersebut kucari di google. Lepas dari situ ke Masjid Agung Al Mabrur. Berikutnya melakukan jelajah inti hari ini ke Danau Kaolin dengan ojek online.
Danau tersebut terjadi dari bekas galian kaolin (tanah liat bahan pembuat keramik) yang tergenang air. Pasirnya putih bersih dan airnya kebiruan warnanya. Tidak jauh dari situ terdapat tumpukan kaolin yang tingginya menyerupai gunung. Setelah itu lanjut ke Tanjung Pendam pakai ojol lagi. Pantainya berpasir putih. Di pantai ini pas banget untuk melihat sunset. Wuihh.. kebetulan langitnya bersih, jadi proses tenggelamnya matahari bisa disaksikan secara utuh.
Hhmmm.... arah jalan baliknya mampir ke Dapur Sakato buat makan malam. Dan sebagai penutup hari ini adalah menikmati secangkir kopi di kedai kopi yang legend 'Kong Djie Siburit'. Aku lebih suka ngopi di kedai yang satu ini daripada kedai yang lain. Lokasinya di pertigaan jalan menunju Tanjung Pendam setelah Monumen Satam Square.
Heran juga lihat Kota Tanjung Pandan ga ada orang yang jalan kaki. Aku jadi teringat dengan Kota Bandar Sri Begawan Brunei, hampir sama seperti itu. Apa ini salah satu tanda kemakmuran ? Semuanya berkendaraan mobil atau motor. Angkot pun tidak ada, kecuali kendaraan umum dari/ke terminal menuju kota² yang jauh seperti ke Manggar. Angkot seperti itu biasanya naik dari Pelabuhan Kapal Cepat. Di situ banyak yang menawarkan angkutan menuju beberapa tempat. Kendaraan pribadi dan ojol bike atau car mendominasi sebagai transportasi di Belitung.
Ini baru pengenalan pertama tentang Belitung yang memiliki jalan hotmix mulus. Dan kondisi keamanannya mirip dengan Bali sepuluhan tahun yang lalu, aman tenteram. Kendaraan bermotor digeletakkan begitu aja, nggak dikunci juga nggak kuatir digondol maling.
Bukan itu saja, disini ga ada yang namanya minimarket A*mart atau I*mart. Dimana² bebas parkir kecuali ada satu dua saja. Tidak ada pengamen. Warganya ramah suka membantu. Itulah karakter Belitung. Hampir tidak ada tiket masuk ke berbagai obyek wisata di seluruh Belitung alias gratis.
Masih banyak spot yang belum kukunjungi. Pelan-pelan aja dicicil ntar juga habis. Untuk sementara ini aku pilih yang dekat-dekat setelah itu menuju yang lebih jauh.
Awalnya kukira tugu yang bertulisan Monumen Satam Square diatasnya mirip teripang hitam. Nggak taunya Satam yaitu batu meteor yang pernah jatuh di Belitung. Batu itulah yang dijadikan simbol Belitung.
Niat pagi itu setidaknya dapat tambahan destinasi baru yang penuh arti di Belitung. Kali ini aku bekerja sama dengan ojek untuk eksplor khusus bagian pantai. "Bang Zein jalan² yuk nanti saya yang bayarin semuanya" begitu kataku. Bang Zein mengiyakan tanda setuju. Pendapatan per hari katanya 150 ribuan bersih. Ok setuju... nanti kita makan bareng dan bensin aku yang ngisi.
Cara seperti itu sering kulakukan. Manfaatnya diantaranya dapat teman baru, bisa berbagi rizky, ada teman ngobrol, dia tau lokasi mana yang harus dikunjungi dan dia bisa bantu ambil foto untukku. Entah mengapa dalam perjalanan kali ini aku dua kali dipertemukan dengan orang baik yang sama-sama bernama ZEIN. Yang satu di Bengkulu dan yang ini di Belitung. Terima kasih Ya Allah.
Selepas minum kopi di Kong Djie Siburit langsung cus ke rumah Zein buat siap² dan ijin pada kedua orangtuanya. Maklum Zein masih kuliah di Yogyakarta dan ini adalah kerjaan sambilan untuk mengisi liburan pulang kampung selama 3 bulan. Aku pun berkenalan akrab dengan keluarganya.
Tujuannya ke Tanjung Tinggi yang jaraknya dari Tanjung Pandan sekitar 30 kilometeran. Beruntung kami masing² bawa jaket karena hawanya benar² panas dan anginnya cukup kencang.
Dari Pantai Tanjung Tinggi tampak Pulau Lengkuas disitu terdapat menara mercusuar yang berumur seratusan tahun. Di dekatnya tampak Pulau Burung dimana bercokol Batu Garuda. Semua air pantainya berwarna jernih dan kebiruan sungguh eksotik. Begitu juga Pantai Tanjung Kelayang sebagai tempat tambatan perahu² menuju ke beberapa pulau kecil di sekitarnya.
Batu² alam berukuran raksasa saling bertumpuk di tepian pantai. Di sinilah salah satu lokasi pembuatan Film Laskar Pelangi yang fenomenal itu sehingga nama Belitung melambung tinggi.
Kalau kemari harus berhati² sebab jalannya lurus mulus. Terlena sedikit bisa celaka. Siapkan perlengkapan topi, sun block, air minum. Kalau perlu bawa makanan sekalian. Sebab di sini makanan minuman lumayan harganya. Kalau ada duit ga masalah sekalian membantu ekonomi warga setempat.
Pada umumnya untuk menyebrang ke beberapa pulau harus sewa perahu. Kalau banyak penumpangnya, maka setiap orang bakal lebih ringan bayarnya. Dalam meng-eksplor pantai-pantai ini harus sabar biar bisa menikmati setiap detailnya. Aku nikmati dengan hati senang meski sinar matahari begitu menusuk tubuhku.
Sebelum memasuki Tanjung Tinggi, kami melewati Sijuk sebagai desa penghasil durian kualitas tinggi. Satu desa dipenuhi pepohonan durian. Pantas saja di persimpangan jalannya terdapat tugu durian. Sayang, ketika aku kemari tidak sedang musim durian.
Sebelum memasuki Pantai Tanjung Pendam terdapat lokasi pembuatan perahu kayu. Nama kampungnya Tanjung Kubu-Desa Batu Itam. Harga perahu bermacam-macam tergantung ukuran besar kecilnya sesuai pesanan. Beberapa perahu sedang dibuat di situ dan kami diijinkan melihat proses pembuatannya.
Rencana hari ke-2 bersama Zein sudah disiapkan. Menuju ke Belitung Timur itu targetnya. Start pukul 6 pagi, sepeda motoran bersama Zein menempuh perjalanan 70 kilometeran. Kalau berangkat pagi udaranya masih fresh dan belum terasa panas.
Ke Belitung Timur tidak semua spot kami datangi. Yang inti² aja yang aku singgahi. Jalan utama yang cukup lebar di ruas Tanjung Pandan - Manggar sepi sekali. Serasa jalanan milik kami berdua. Jalanannya ber-hotmix mulus tapi kendaraan yang lewat cuma sedikit. Inilah yang dinamakan jauh tapi dekat. Jaraknya jauh tapi cepat sampai. Alhasil pukul 7 lewat sedikit kami sudah sampai di Gantong.
Kami adalah orang pertama yang masuk sekolah dasar SD Gantong pagi ini. Belum ada satupun 'murid' yang hadir. Dan terpaksa aku mengajar 'tanpa murid' di SD Laskar Pelangi ini. Hhe...
Meski hanya sebuah bangunan kayu tua di atas tanah berpasir putih dan bersama Bendera Merah Putih di halamannya. Lokasi ini seakan hidup bernyawa seperti sedang ada proses belajar mengajar mendidik anak² bangsa di pelosok Pulau Belitung. Itulah SD Muhammadiyah Gantong yang berlantai pasir, berdiding papan yang semuanya dalam keadaan reot. Sekolah ini pernah dijadikan lokasi shooting Film Laskar Pelangi yang sempat booming di perfilman nasional.
Film inilah yang melambungkan nama Belitung jauh lebih terkenal daripada sebelumnya. Alhasil sekarang banyak wisatawan berbondong-bondong datang kesitu penasaran ingin tau lebih banyak tentang Desa Gantong.
Terletak pada kecamatan yang sama disinilah rumah kediaman Ahok mantan Gubernur DKI Jakarta. Sehingga kawasan sekitar rumahnya belakangan ini diberi nama Kampung Ahok atau Kampung Fifi saudara perempuannya.
Rumah yang berhadap-hadapan di seberang jalan adalah keluarga Ahok. Saat ini dilengkapi dengan Galeri Ahok/Fifi. Namun rumah-rumah tersebut lebih banyak kosongnya karena penghuninya sedang tidak ada di tempat. Rumah tersebut sekarang didiami oleh Ibunya Ahok.
Kota Kecamatan Gantong yang mungil terdapat Bendungan Pace yang dibangun di masa kolonial pada tahun 1933. Menurut cerita Zein, bendungan ini pernah jebol dan airnya menggenangi Gantong. Di lokasi ini terdapat bekas bendungan yang masih tersusun rapi mendampingi bendungan yang baru.
Ke Manggar Ibukota Belitung Timur sengaja aku skip karena yang kutau disana hanya ada kedai² kopi sebagai ikonya. Memang, kopi asli Manggar terkenal kenikmatannya. Dari Gantong ke Manggar masih perlu menempuh perjalanan beberapa kilometer lagi.
Perjalanan hari ini kututup dengan mengunjungi Rumah Adat Belitung di Tanjung Pandan. Bangunannya tertata rapi, apik, taman dan galerinya juga tampak bagus.
Tuntas sudah perjalananku yang panjang ke 6 propinsi selama sebulan melintasi daratan, laut dan udara. Banyak kenangan indah bersosialisasi dengan warga di dalam beragam budaya. Suka dan duka selama perjalanan menjadi bekal hidupku yang memberi manfaat besar tak ternilai harganya.
Akhirnya, pesawat Lion Air membawaku ke Jakarta. Lantas esok harinya dengan KA Majapahit kulanjutkan perjalanan kembali ke Malang untuk berkumpul dengan Keluarga bertemu istri, anak, cucu dan teman-temanku.
Nikmati Beautiful Indonesia selagi kau bisa dan selagi kau ada.
Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN
No comments:
Post a Comment