Sambil Menyelam Minum Air. Itulah kira² gambaran penjelajahanku kali ini. Mengapa bisa dibilang begitu ? karena perjalanan ini sangat santai tapi banyak sekali keuntungan yang kami dapatkan.
Mengapa juga pake kata kami² segala ? sebab istri juga ikut. Rute penjelajahan kami mulai dari Kota Malang, Kota Batu, Cangar, Pacet, Trowulan, Kota Mojokerto, Prigen, Pandaan dan kembali ke Malang (Circular Route).
TO BATU, CANGAR dan PACET
Untuk penjelajahan seperti ini kendaraan yang kuandalkan adalah sepeda motor. Dengan bersepeda motor jalanan kecil apa pun mampu dilalui sampai ke pelosok desa.
Selepas sarapan kami langsung start menuju Pasar Bunga di Desa Sidomulyo, Batu. Di situ terhampar tanaman bunga segar berwarna warni. Tanaman yang sengaja ditanam warga di halaman rumahnya masing-masing juga banyak. Bertani bunga adalah pekerjaan non formal utama sebagai penopang ekonomi keluarga sehari-hari.
Di pasar bunga nggak lama cuma mampir aja. Lantas perjalanan kami lanjutkan naik lagi menuju Kawasan Wana Wisata Coban Talun. Di situ banyak kebun bunga dan buah-buahan juga. Yang paling banyak ditanam adalah apel dan jeruk. Sedangkan jenis bunganya adalah hydrangea flower yang bermacam-macam warnanya. Masuknya cukup bayar tiket 10 ribu plus parkirnya 5 ribu.
Sama ketika ke pasar bunga, di Coban Talun kami hanya sebentar saja menikmati suasana dan udara segar di sana. Sebab sebelumnya kami sudah beberapa kali kemari. Kunjungilah Wana Wisata ini, ada banyak yang bisa dinikmati seperti treking ke air terjun, bendungan, taman bunga, Konservasi Lutung Jawa, Apache Camp dan Wahana Pagupon berikut rumah-rumah uniknya yang berbentuk segitiga.
Penjelajahan dilanjutkan ke Cangar dan Pacet. Di sepanjang jalan yang berliku naik turun menyuguhkan pemandangan yang luar biasa. Dari jalanan ini tampak Kota Batu yang cukup padat dengan background gugusan Gunung Butak, Kawi dan Panderman yang sangat eksotis dipandang mata.
Bukan itu saja, di sebelah kanan jalan di kejauhan tampak Gunung Arjuna dan Welirang dengan asap belerangnya yang terus mengepul. Pemandangan indah lainnya adalah hamparan tanaman wortel, kubis dan sayur mayur yang berwarna hijau.
Akhirnya kami tiba di Cangar, di pemandian sumber air panas yang sudah kesohor kemana- mana. Sayang seribu sayang, pemandian masih tutup karena pandemi covid belum juga reda.
Di sepanjang jalur ini, sebenarnya ada beberapa air terjun yang mau kami singgahi. Tapi apa boleh buat harus di-skip dulu karena jumlahnya terlalu banyak yang harus dinikmati. Kapan-kapan aja kesini lagi.
Banyak orang sudah tau kalau jalur ini cukup ekstrim, jika tidak berhati-hati celaka taruhannya. Karena jalurnya tidak begitu lebar, banyak belokan tajam, tanjakan/turunan terjal. Apalagi kalau dilewati pada malam hari ditambah kalau pas hujan bakal berbahaya lagi.
Maka ... waspada dan berhati-hatilah.
Ada pemandangan yang menakjubkan, yakni penampakan dua buah gunung yang berdekatan. Gunung Welirang dengan semburan asap belerang putihnya dan Gunung Pundak yang berdiri tegak di sebelahnya.
Kami tidak mengeksplor kota kecil ini, tapi hanya singgah makan siang di Warung Sate dan Gule Miroso di Jalan Raya Pacet - Gondang (dekat Masjid Al Hidayah). Sate dan gulenya memang josss banget. Kelezatannya tidak perlu diragukan lagi.
Di pinggir jalan dekat situ ada home industri pembuatan krupuk similer dari singkong asli khas Mojokerto. Harganya murah karena beli langsung dari pembuatanya.
TO TROWULAN
Dari Pacet lanjut ke Trowulan di Kabupaten Mojokerto untuk melihat situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Hanya berbekal GMaps dan feeling saja, penjelajahan dapat dipersingkat mencapai tujuan.
Pertama melihat Kampung Majapahit di sekitaran Desa Bejijong sekaligus mencari penginapan. Namun sayang tidak ada satu pun yang tersedia di masa pandemi ini. Hotel di sekitar Trowulan juga sangat terbatas pilihannya. Hanya ada atau dua aja.
Padahal kalau bisa stay di Kampung Majapahit bakal lebih menguntungkan, lokasinya strategis. Habis istirahat dan taruh bag bisa lanjut lagi eksplor tipis-tipis. Tapi apa mau dikata ?
Homestay di Kampung Majapahit modelnya seragam. Semuanya berbentuk rumah tempo doeloe gaya Majapahitan, berstruktur dari batu bata merah, jendela dan pintunya terbuat dari kayu berwarna coklat tua. Tambahan bangunan ini berada di depan rumah induk yang dibangun jauh sebelumnya.
Karena nggak dapat penginapan, akhirnya kami ke Kota Mojokerto silaturahim dengan saudara sekalian menginap di situ. Setelah ngobrol ngalor ngidul hingga malam, esok paginya kami meneruskan perjalanan kembali ke Trowulan yang jaraknya tidak begitu jauh dari Mojokerto.
Kami mulai dari Kampung Majapahit dan sekitarnya seperti Patung Budha Tidur, Makam Raden Wijaya (pendiri Majapahit), Candi Brahu dan Candi Gentong. Semuanya berada di sisi kanan jalan raya arah Mojokerto - Jombang.
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terbesar yang menyatukan nusantara. Pusat pemerintahannya ada di Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Pada Museum Majapahit ini kita dapat saksikan bukti-bukti peninggalan kerajaan ini. Di sinilah tempat kami bisa belajar singkat sejarah Majapahit sambil menikmati daya tarik spot wisatanya.
Di Kecamatan Trowulan ini banyak candi yang telah kami sebutkan tadi Candi Brahu dan Candi Gentong. Candi lainnya adalah Candi Tikus, Candi Wringin Lawang, Candi Bajang Ratu dan Pendopo Agung yang diperkirakan menjadi pusat kerajaan. Semuanya memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Pendiri Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya yang dinobatkan sebagai raja dan bertahta pada tahun 1293 - 1309 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
Mulanya, Kerajaan Majapahit berpusat di Mojokerto, Jawa Timur. Kemudian pada masa Jayanegara (1309 - 1328), ibukota dipindahkan ke Trowulan sejak Girindrawardhana berkuasa lalu pusat Majapahit berpindah lagi ke Kediri.
Pada masa Raja Hayam Wuruk yang disebut juga Rajasanagara (1350 - 1389), Majapahit mengalami puncak kejayaannya yang dibantu oleh Mahapatihnya Gajah Mada (1313 - 1364). Pada saat itu Kerajaan Majapahit menguasai banyak wilayah.
Berikut adalah 12 para raja yang pernah memerintah Kerajaan Majapahit sebagai penerus dari keluarga Kerajaan Singhasari :
- Raden Wijaya (1293-1309), gelar Kartarejasa Jayawardhana.
- Kalagamet (1309-1328), gelar Sri Jayanagara
No comments:
Post a Comment