BOOKING TIKET KAPAL PELNI
Sengaja jauh² dari Malang ke Surabaya hanya untuk memburu tiket kelas 1 KM Kelimutu tujuan Surabaya - Kumai. Maksudnya sih biar hati puas, belinya langsung di Graha Pelni Jl. Pahlawan Surabaya bukan online. Gpp kan, apa salahnya aku coba beli cara langsung.
Proses pembelian tiket di Graha Pelni sangat mudah jika mengikuti prosedur yang ditetapkan. Meski begitu, keberhasilannya masih tergantung pada ketersediaan seat dan kelengkapan dokumen yang kita bawa seperti KTP & bukti vaksin 1,2,3. Ingat ! kantornya buka mulai pukul 9 pagi sampai sore setiap hari kerja.
Step-nya sbb : ambil nomor antrean dan mengisi form yang terdiri dari nama calon penumpang, tujuan, nama kapal, No HP dan tanggal berangkat. Setelah dipanggil masuk ke dalam ruang reservasi, petugas akan memeriksa ketersediaan seat sesuai pesanan kita. Kalau Oke, tinggal bayar pakai non tunai ATM Debit ato Kartu Kredit (@600 K), sertakan foto kopi KTP dan Sertifikat Vaksin 1,2,3. Foto copy nya bisa di koperasi yang ada di bagian belakang kantor. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Karena belinya kelas 1 berarti nanti sekamar berdua dengan istri berlayar selama 27 jam di atas kapal.
Asik kan ...
MALANG to KUMAI MENGEKSPLOR ORANGUTAN di TANJUNG PUTING
Dari Blimbing Malang kami naik KA Ekonomi Penataran menuju Stasiun Surabaya Kota (12 K dengan KAI Access). Dari situ pakai becak langgananku ke 'Depot Tujuh' buat sarapan Nasi Kebuli dan Nasi Rames di bilangan Jalan KH Mas Mansyur. Di kawasan ini memang terkenal banyak kulineran Timur Tengahnya. Lantas beli air mineral & camilan buat bekal di kapal. Lalu cus pake bentor menuju Pelabuhan Gapura Surya Tanjung Perak.
Sebelum masuk ke kapal, tiket sementara dari Kantor Pelni kucetak dulu di Konter Pelayanan Pelabuhan Gapura Surya (disertai KTP). Setelah menjadi boarding pass, dilanjutkan check in di konter untuk mendapatkan stempel verified dari petugas. Sebelum kapal berangkat, sebenarnya aku ingin santai² dulu di Balkon Anjungan North Quay yang memiliki cafe & resto. Dari situ kami bisa menikmati aktivitas Pelabuhan Tanjung Perak, view Pulau Madura dan Jembatan Suramadu. Tapi sayang North Quay nya belum buka, mungkin bukanya mulai sore sampai malam.
Tepat pukul 13.00 KM Kelimutu bertolak dari Surabaya menuju Kumai mengarungi lautan selama 27 jam. Alhamdulillah kapalnya nyaman. Apalagi dapat Kelas 1 Kamar 5004 dengan twin bed, AC, LED TV, kamar mandi, lemari, meja dan coffee maker. Sama seperti kapal besar lainnya, KM Kelimutu punya cafetaria, tempat makan dan Mushola Al Bahr ukuran 10 x 10 m. Dalam pelayaran ini kami dapat jatah makan prasmanan 3 kali. Meski begitu, fasilitas dan service KM Kelimutu jangan disamakan dengan kapal pesiar lho. Ingat ! ada harga ada rupa. KM Kelimutu adalah kapal penumpang lawas tapi kondisinya masih oke.
KM Kelimutu sandar di Dermaga Pelabuhan Kumai tepat pukul 15.30 WITA. Tampak banyak penumpang asal Jawa yang turun disini untuk bekerja di sekitar Kalimantan Tengah. KM Kelimutu tidak lama bersandar di Pelabuhan Kumai. Tepat pada pukul 17.00 berlayar lagi kembali ke Surabaya.
Dari pelabuhan kami naik Toyota Innova menuju Guest House yang sudah ku-booking lewat WA. Ongkos ke Pangkalan Bun 50 K per orang. Gpp sekali² bayar lebih mahal walaupun jarak Pelabuhan Kumai ke Kota Pangkalan Bun ga terlalu jauh kurang dari 15 Km. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar hingga kami menginap di 'Mimi Guest House Syariah'. Lokasinya sangat strategis, ke Bandara Iskandar cuma 2 Km, SPBU 20 m, Hypermart 70 m, KFC 100 m, Bundaran Pancasila (alun²) 100 m, Masjid Nurul Madinah 50 m dan dekat sekali dengan aneka kulineran.
Bagi pengunjung seperti kami sangat kesulitan kalau ga ada angkutan umum di Pangkalan Bun. Menurut informasi, ada 'Borneo Jek' yang harus order lewat aplikasinya. Karena kami bersama istri, pastinya kurang ekonomis kalau order dua sepeda motor. Alhasil, aku harus sewa motor seharian biar budget bisa ditekan. Setelah dapat sewaan sepeda motor, aku tak mau buang² waktu dan langsung tancap gas mengelilingi Kota Pangkalan Bun diantaranya ke Masjid Agung & Masjid Besar, Istana Kuning, Kampung Sega dan booking tiket DAMRI tujuan Pontianak untuk berangkat lusa. Sementara ini aku merasa cukup menikmati Kota Pangkalan Bun beserta kulinerannya. Terakhir tadi kami masih bisa menikmati Coto Menggala Mendawai khas daerah ini yang berada tidak jauh dari Kampung Sega. Selanjutnya list yang tersisa adalah eksplor ke Tanjung Puting sebagai gong penjelajahan kami di Kalimantan Tengah.
Sepuluh harian sebelum berangkat aku cari info untuk trip ke Taman Nasional Tanjung Puting (TPNP) yakni konservasi orangutan di pedalaman hutan Kalimantan Tengah. Start nya dari Kumai dan trip yang ditawarkan mulai 1 day trip, 2D1N atau 3D2N. Semakin lama trip nya akan semakin mahal harganya karena perlu akomodasi seperti hotel dalam hutan, makan, boat dan jumlah spot yang dikunjungi.
Here we go, di awal pagi kami bergegas menuju Dermaga Tanjung Puting National Park di Kumai. Berangkatnya diantar oleh petugas guest house pakai dua motor miliknya yang kubayar jasanya. Dari sinilah awal trip dengan perahu klotok menuju Tanjung Puting dimulai.
Peserta trip ada sekitar 60 orang. Oleh sebab itu kami dibagi ke dalam 2 perahu klotok. Tepat pukul 8 pagi kapal beriringan meninggalkan dermaga menuju Sungai Sekonyer. Dari Teluk Kumai jalurnya masuk sungai ini. Pemandangan yang dilihat adalah barisan pohon nipah di kanan kiri tepi sungai yang berarti airnya masih asin. Sedangkan kalau sudah tidak ada pohon nipah lagi berarti air sungainya mulai tawar sampai ke Tanjung Puting.
Dari Dermaga perahu ke Taman Nasional kira² perlu waktu 5 jam. Supaya ga boring, masing² peserta mengisi waktu dengan berbagai aktivitas seperti makan, foto², bikin video, bikin tik tok, bikin konten sosmed, main kartu, ngopi² dan ada juga yang tidur karena kepalanya pusing. Sepanjang perjalanan menyusuri Sungai Sekonyer kami menjumpai beberapa jenis primata diantara monyet abu², bekantan berhidung panjang, orangutan bahkan burung. Perjalanan yang mengasyikan di atas klotok ini terbagi 3 bagian, dek atas, tengah dan dek bawah untuk memasak serta toilet. Semakin masuk ke pedalaman, sungai ini lebarnya semakin kecil. Perlu kehati²an membawa kapal ini karena ada saja kejadian datang tak terduga seperti batang pohon roboh ke sungai atau semak² yang hanyut terbawa arus.
Keindahannya memang luar biasa, semuanya natural masih original. Oleh sebab itu rombongan kami dipandu oleh guide supaya trip berjalan lancar, terutama menjaga alam tidak buang sampah sembarangan, menjaga jarak minimal 5 meter bila bertemu orangutan. Perahu melewati Kampung Sekonyer, Eco Lodge dan Dermaga Tanjung Harapan.
Di perjalanan sebelum tiba di Camp Leakey tiba² hujan lebat turun. Mau ga mau tirai² terpal dibuka gulungannya untuk menutupi bagian dalam kapal agar tidak kebasahan. Akhirnya kapal berhenti sejenak di suatu dermaga kecil. Tali perahu ditambatkan di tengah hujan lebat untuk makan siang bersama yang disajikan oleh kru kapal. Timing nya pas bener, di tengah hujan lebat disaat perut waktunya nagih untuk diisi. Alhamdulillah, semua peserta makannya lahab menikmati aneka menu tradisional pedesaan di atas kapal klotok.
Hujan mereda menjadi rintik² dan akhirnya kami tiba di Camp Leakey. Masing² mengeluarkan dan memakai jas hujan agar tidak basah kuyup. Lantas berjalan di atas trek kayu hingga gerbang Camp Leakey dan menjelajahi hutan menuju lokasi feeding time orangutan. Tiba di lokasi feeding time hujan masih aja turun meski cuma rintik². Sedang asyik²nya melihat orangutans, tanpa terasa pacet sudah nempel di betisku. Itu juga dikasih tau oleh orang lain, "Pak.. pak.. itu ada pacet di kaki bapak". Aku sih ga panik, cukup disentil aja pacetnya udah mental tuh entah kemana. Di situ tiga kali kakiku diisap pacet dengan asyiknya, sampai yang terakhir ketahuan pas mau kembali naik kapal.
Di lokasi feeding time, beberapa orangutans dan anaknya digendong sambil menikmati makanan dari petugas. Feeding time dilakukan pada siang hari mulai pukul 14.00 s/d 16.00. Di sinilah orangutans menunjukan aksinya bergelantungan kesana kemari, makan dan bergelantungan lagi. Sisa² makanan yang jatuh ke tanah dimakan oleh babi² hutan yang seolah sudah bersahabat dengan orangutans.
Di sini kami hanya diperbolehkan bawa air minum, dilarang menatap mata orangutans, tidak memberi makan dan menjaga jarak minimal 5 meteran. Setelah puas treking dan melihat kehidupan orangutans, maka kami harus segera kembali ke perahu dan melanjutkan perjalanan menuju Kumai. Pada saat perjalanan pulang, kami disuguhkan pisang goreng yang masih panas lengkap dengan minumannya buatan kru kapal.
Hari mulai gelap, tapi malah makhluk primata banyak yang sengaja menampakan diri bersantai nangkring & bergelantungan di sepanjang tepian Sungai Sekonyer. Hawa semakin dingin mulai menusuk² tubuh disebabkan angin malam. Akhirnya dengan waktu tempuh yang hampir sama dengan waktu berangkat, kami tiba dengan selamat penuh kenangan pada pukul 20.00.
Sebelum kapal merapat di Dermaga Kumai, aku call petugas guest house untuk segera menjemput kami dengan 2 motor. Benar saja, pas aku turun dia sudah ada siap membawaku kembali ke guest house di Pangkalan Bun.
GESER KE PONTIANAK
Nah ini ni yang bakal bikin seru perjalanan dari Pangkalan Bun ke Pontianak dengan Bus DAMRI. Tiketnya aku dapat dua hari yang lalu, harganya 460 K. Bus disini jangan disamakan dengan bus malam di Jawa, 460 K itu tanpa makan. Setiap berhenti istirahat makan, penumpangnya bayar sendiri². Meski begitu, kelebihannya disini sesama penumpang bus bisa terasa akrab termasuk dengan pengemudinya.
Aku sudah standbye di Agen DAMRI Jalan Kawitan I Pangkalanbun sejak 05.30 karena bus berangkatnya pukul 06.00. Tapi bus belum nampak juga, dia masih nongkrong di Terminal Natai Suka. Karena busnya baru tiba semalam dari Pontianak pukul 01.00 tengah malam. Bus yang ditunggu baru datang di agen pukul 07.00, menurunkan/membawa paket baru lantas bus dibersihkan. Drivernya berkesempatan sarapan & ngopi² di seberang agen. Tepat pukul 07.30 bus meluncur ke Terminal Natai Suka untuk ambil penumpang dan cek manifes. Pukul 08.00 bus keluar terminal menuju Pontianak (delay 1 jam dari schedule).
Esoknya, badan terasa lebih bugar meski masih ada pegal²nya sedikit. Sehabis sarapan aku cari laundry karena empat hari belum cuci pakaian. Kemudian melangkah ke Waterfront City Sungai Kapuas, makan kwietiau dan diakhiri shalat di Masjid Raya Mujahidin Kalimantan Barat. Badan yang masih tersisa capeknya harus disempurnakan lagi istirahat di hotel.
Hari berikutnya kami cobain satu persatu kulineran di Pontianak termasuk blusukan ke pasar² tradisional. Selanjutnya ke Khatulistiwa Park pakai car online, diteruskan ke Keraton Kadriyah dan Masjid Jami yang berada di dekatnya. Dari dermaga tepian Masjid Jami, kami pulang dengan speed boat ke seberang (Waterfront) dan ambil laundry yang tak jauh dari situ. Hari yang menyenangkan ini kututup dengan shalat Maghrib jama Isya di masjid seberang hotel.
TRANSIT di SINGKAWANG
Sudah cukup puas menikmati Kota Pontianak, selanjutnya geser lagi ke Singkawang. Sehari sebelumnya aku booking "Travel Surya" tujuan Pontianak - Singkawang (120 K). Jemputannya ontime dan penumpangnya waktu itu cuma 3 orang. Dari Pontianak travel melewati Jungkat - Segedang - Mempawah - Sungai Duri - Singkawang. Istirahat ngopi²nya di Sungai Pinyuh sebelum Mempawah. Hujan mengguyur lebat di daerah Sei Duri sehingga waktu tempuhnya molor jadi 3,5 jam untuk sampai di Singkawang yang memiliki motto "Bersatu Untuk Maju, Singkawang Berkualitas"
Kami stay di Hotel Sentosa yang lokasinya dekat sekali dengan Masjid Raya Singkawang. Kulinerannya juga banyak termasuk kedai kopinya ada di mana². Singkawang adalah salah satu surganya kuliner tradisional di Kalimantan Barat, sebut saja misalnya bubur pedas, mie kering, rujak, cendol, bakwan udang atau choi pan yang mirip dimsum itu. Semuanya sudah kucoba, memang top rasanya.
Daerah ini banyak didiami warga keturunan Tionghoa-nya yang sudah lama hidup turun temurun beberapa generasi. Sehingga banyak sekali bangunan, kuliner, ornamen, simbol² dan kebiasaan bernuansa Tionghoa yang masih terjaga keasliannya hingga kini. Oleh sebab itu di beberapa tempat dilestarikan sebagai heritage warisan budaya Singkawang yang hidup saling berdampingan bahu membahu dengan warga Melayu.
Di kota ini kami transitnya sampai dua hari karena betah bisa menikmati lika liku Kota Singkawang. Banyak kulineran yang sudah lama melegenda dan kami cobain satu persatu gimana sajian rasanya. Di sini serasa berada di China Town tapi masyarakatnya bisa membaur menjadi satu dinamika sosial yang selaras berjalan baik.
SAMBAS SALAH SATU PINTU GERBANG KE SERAWAK MALAYSIA
Setelah menjelajahi Kota Singkawang dengan segala pernak perniknya, kini saatnya menuju Sambas dengan angkutan ELF jadoel. Kami menyetop angkutan umum itu di dekat perempatan lampu merah Alianyang - Yos Sudarso. Emang sih nunggunya lama, tapi gpp kami santai aja. Ongkos dari Singkawang ke Sambas 30 K. Karena ELF menaikkan, menurunkan penumpang/barang pesanan, maka ke Sambas perlu waktu hampir 3 jam. Kami turun di Terminal Sambas. Lantas cari warung makan yang kebetulan ada di dekat situ.
Untuk menginapnya aku ambil yang simpel aja di sebelah terminal yakni Hotel Wella. Meski hotelnya ga terlalu bagus tapi gpp lah sekedar transit sampai esok pagi. Tidak begitu lama masuk kamar, terdengar kumandang adzan Ashar. Kami pun belum tau suara adzan datang dari masjid mana. Googling sebentar, ternyata kumandang adzan datang dari Masjid Agung Babul Jannah Sambas yang sangat dekat dengan Hotel Wella.
Berawal dari RM Bareh Solok, pas keluar dari Masjid Agung aku melihat banner di RM tsb. yang ada tulisan "Aruk plus nomor hp-nya". Wah pas nih untuk cari informasi tentang Aruk di situ. Aku dipersilakan masuk oleh seorang bapak, yang mengira aku mau makan disitu. Lalu bertanya padanya, ternyata beliau adalah Pak Helmy owner RM Bareh Solok yang cabangnya ada beberapa tempat di Sambas dan Singkawang.
Saatnya ingin tau Istane Sambas dan Masjid Agung Jami Sulthan Muhammad Syafiuddin. Dari pasar aku pake 2 ojek yang masing² kubayar 10 K. Menjelang maghrib suasana halaman masjid yang luas sudah dipenuhi rekreasi keluarga yang sedang asyik bermain sepeda sewaan dan aneka mainan lainnya.
Kami mengunjungi Istane Sambas bernuansa warna kuning yang tampak masih utuh terpelihara baik. Dari depan tampak ada tiga bangunan rumah. Yang di tengah adalah bangunan utama bertuliskan "Alwatzikhoebillah". Di bagian lain Istane Sambas ini dihuni oleh para keluarga Sultan, meski sampai saat ini kepemimpinan Sultan masih kosong. Pada halaman samping istane terdapat depot "Bubur Pedas" (bubur paddas yang artinya bubur campur). Penjualnya masih keluarga Sultan Sambas. Kuliner ini menjadi makanan favorit para pelancong ketika berkunjung ke sini.
Selepas mengelilingi dan cari tau sekilas sejarah Istane Sambas, dilanjutkan Shalat Maghrib di Masjid Agung Jami Sulthan Muhammad Syafiuddin peninggalan Sultan Sambas. Pulangnya jalan kaki kembali ke hotel lewat jalan pintas.
Esok paginya, bersiap² ke RM Bareh Solok untuk memenuhi ajakan Uda Helmy ke Aruk. Sebelum berangkat Uda & Uni menyiapkan segala sesuatu untuk dibawa ke rumah makan miliknya di sekitar Aruk. Uda sempat juga belanja sayuran & segala bahan untuk RM Aruk yang ditaruh penuh pada bagasi mobilnya. Beliau berniat juga menengok kebun sayurnya di Aruk, sedangkan kami ga bisa ikut karena harus lanjut masuk ke wilayah Malaysia.
Untuk ke Aruk ada angkutan umum dari Pontianak ke Aruk dan mampir di Terminal Sambas. Bus Leegad dan Damri berangkat setiap hari menuju PBLN Aruk. Ongkosnya sekitar 50 K.
ARUK (INDONESIA) - BIAWAK (MALAYSIA), HALAMAN DUA NEGARA YANG BERTETANGGA
Akhirnya kami diantar Uda Helmy sampai PLBN Aruk (Pos Lintas Batas Negara). Rasa hormat & terima kasih tak terhingga kami sampaikan pada Uda/Uni yang telah membantu mengantar dari Sambas sampai Aruk. Jazakumullah Uda Uni.
Sewaktu mau keluar Indonesia kami ditanya Petugas Imigrasi, "Dari Malang ngapain jauh² lewat sini ?" Aku jawab, memang sengaja mau lewat sini karena akan mengelilingi seluruh Pulau Kalimantan. Tidak ada masalah karena petugas hanya ingin tau apa alasan kami. Tidak sampai 5 menit pasporku dan istri distempel keluar. Cetok... berarti ini adalah kali ke 56 aku ke Malaysia.
Saatnya menuju Imigrasi Malaysia yang jaraknya sekitar 300 an meter aja. Untuk kesana sudah nongkrong Bus DAMRI yang bayarnya 15 K per orang. Bus hanya berjalan kurang dari 5 menit dan berhenti sebelum gerbang batas negara Malaysia. Dari situ masih harus berjalan kaki lagi sekitar 150 meteran untuk sampai di BIAWAK IMMIGRATION - MALAYSIA. Ini adalah pilihan, mau naik bus Rp. 15.000 atau jalan kaki tapi gratis.
Di Imigrasi Malaysia (Biawak) kami ditanya biasa saja dan di ruang lain juga ditanya alasan ke Malaysia. Semua bisa kujawab dengan lancar. Cuma 5 menitan paspor kami berdua distempel masuk Malaysia. Sebelumnya kami harus antri lama sekitar 3 jam karena banyak pekerja Indonesia yang masuk PLBN ini dengan pemeriksaan dokumen yang cukup detail.
Akhirnya kami tiba juga di Desa kecil Biawak dan buru² cari kulineran untuk mengisi perut yang sedari siang belum terisi apa². Dari Biawak tujuan kami adalah Kuching. Tapi hari sudah sore hampir Maghrib, sedangkan ke Kuching perlu waktu 2 jam lagi. Dengan pertimbangan hari mulai gelap, istri tampaknya lelah dan sewa mobil ke Kuching mahal (@100 Ringgit/350 K), akhirnya kuputuskan stay di Lundu. Kalau ke Lundu sewa mobilnya cuma 50 Ringgit berdua. Dan esoknya bisa naik bus yang hanya 1 Ringgit (3,5 K) dari Lundu ke Kuching sejauh 80 Km. Irit bukan ?
Kebetulan bus dari Lundu ke Kuching berangkatnya pukul 13.15 berarti habis check out hotel langsung ke Bas Stain Lundu. Sebelum check out kami eksplor Lundu diantaranya ke Sungai Stamin, nikmati kulineran dan ke taman² di pusat kota. Sebenarnya enak stay disini suasananya tenang, udaranya bersih dan jauh dari hiruk pikuk seperti di kota² besar.
Bus yang kunaiki punya rute : Kuching - Lundu - Sematan (pp). Bus ini hanya ada sehari 1X. Itu tuh busnya dari Sematan sudah tiba. Kami naik menuju Kuching dengan pemberhentian akhir di Boulevard Transit Point. Waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam. Setelah tiba, lanjut dengan GrabCar ke Kuching Waterfront Lodge (16 RM). Alhamdulillah, penginapannya baru saja dibuka kembali setelah pandemi. Pantes aja, aku search di internet munculnya full dan full terus. Aku dapat harga diskon, yang biasanya 115 RM aku cuma bayar 80 RM. Penginapannya ok banget apalagi jika tamunya seneng yang klasik, pasti ga mau pindah ke yang lain. Lokasi lodge sangat strategis dekat ke mana². Ke Waterfront dan jembatan baru "Darul Hana" cuma selangkah doang. Di sepanjang Waterfront banyak kulineran termasuk hiburannya ada sampai malam. Bahkan menyaksikan pertunjukan atraksi laser di Waterfront cukup lihat dari balkon lodge aja.
KE KOTA KINABALU MELINTASI NEGARA BRUNEI DARUSSALAM
Aku punya sisa dana yang terparkir sejak dua tahun lalu di akun Airasia, karena waktu itu ga bisa terbang karena pandemi. Alhamdulillah masih bisa dipakai, tinggal tambah biaya sedikit akhirnya kami terbang meninggalkan Kuching ke Kota Kinabalu Sabah (KK). Penerbangan mengambil masa 1 jam 30 menit melintas di atas negara Brunei Darussalam. Semua berjalan lancar, hanya ada sedikit pertanyaan sewaktu di imigrasi tapi itu hal yang biasa. Dari bandara ke pusat KK aku pesan GrabCar lewat aplikasi versi Indonesia. Di tengah malam mobil meluncur menuju hotel yang tidak ku booking sebelumnya. Ternyata full booked. Cari yang lain juga full booked atau rate nya terlalu mahal. Padahal ini sudah pukul 2 dini hari. Beruntung masih ada hotel yang masih available meski rate nya di atas budget-ku. Gpp lah di atas budget yang penting bisa dibuat istirahat yang cukup.
Saatnya menjalani Jumatan. Lima belas menit sebelum adzan ada tausiah sampai adzan dikumandangkan, khutbah singkat dan diakhiri dengan shalat. Jumatan pun selesai. Tampak di luar sana para jamaah memadati konter parfum, madu, busana Muslim dan lainnya. Setelah itu mereka cari makan siang di kedai² yang sedari tadi sudah dipenuhi para jamaah. Di sini tersedia berbagai menu kulineran, sebut saja misalnya nasi kebuli, ikan bakar, laksa, makanan asli Malaysia dan kuliner kekinian juga ada.
Di KK sendiri setiap Friday/Saturday/Sunday rutin digelar pasar malam aneka kuliner. Lokasinya ada di Gaya Street. Night Food Market ini baru saja dibuka lagi setelah ditutup selama pandemi. Yang dijual di sini adalah kuliner khas Melayu, India, China termasuk aneka kudapan dan minumannya lengkap ada di sini. Acaranya rutin dilakukan menjelang Maghrib hingga tengah malam, biasanya ada suguhan live music juga.
Esoknya kami jogging ke pinggiran pantai yang ada tulisan "I Love KK" dan "Tugu Ikan Cucut". Selanjutnya sarapan di Kedai Pak Nur (Nuryana) temanku asal Sumber Pucung Malang yang sudah lama sukses buka rumah makan di KK. Aktivitas sepanjang pagi kututup dengan treking ke 'Signal Hill Trail' sampai ke Menara Observatory. Dari atas bukit ini KK semua tampak jelas termasuk pantainya. Sesekali juga tampak pesawat yang baru saja take off melintas di langit KK.
Sebelum masuk Serawak dan Sabah aku sudah beli Ringgit di Singkawang, serta menyiapkan uang Rupiah untuk jaga² bila Ringgitku kurang. Aku ga punya kartu kredit atau kartu apa pun untuk tarik uang kecuali ATM Indonesia, jadi harus pinter² atur uang agar lancar di perjalanan. Pas di KK aku kekurangan Ringgit buat keperluan sehari² dan beli tiket bus ke Tawau. Karena aku punya cadangan Rupiah, gampang aja tinggal tukar ke Ringgit di money changer.
Menjelang Maghrib kami bergegas ke Waterfront Seafood Night Market untuk menikmati aneka seafood pinggir laut. Ikan² segar dipajang pada setiap kedai. Tinggal pilih, jika harga cocok maka siap mau dibakar, asam manis atau mau diolah seperti sup ikan. Habis itu ke Gaya Street lagi karena ini adalah malam terakhir kami di KK.
Esoknya, sekitar pukul 06.30 kami siap² ke Terminal Inanam dengan Maxim Car (8.5 RM). Aku pilih online car karena lebih cepat dan ga repot, tinggal order, tunggu lalu berangkat. Sebenarnya bisa juga pakai bas van dari (KK) ke Inanam (North Terminal), tapi males juga karena harus berjalan kaki sejauh 1 km sampai halte dan harus menunggu bas van datang. Bas van No. 4A ato 4B itu tujuan ke Inanam. Ongkosnya lebih murah cuma 2 RM, meski ekonomis tapi harus tunggu lama dan ke haltenya lumayan jauh. Sopir² Bas van kebanyakan berasal dari Bugis Makassar. Di Inanam tujuanku hanya satu yakni beli tiket bus tujuan Tawau untuk berangkat besok.
ADA RUMAH 2 NEGARA DI GARIS TAWAU - KALIMANTAN UTARA
Dari KK ke Tawau bus-nya bagus², tinggal pilih mau yang mana. Tiket ke Tawau rata² harganya 62-72 RM. Waktu tempuhnya sekitar 12 jam. Ada dua pemberangkatan pukul 8 pagi dan 8 malam. Aku pilih yang 8 pagi biar tibanya ga terlalu malam dan bisa langsung masuk hotel. Kalau pakai pesawat lebih cepat lagi, hanya 55 menit. Tapi perlu biaya lagi dari pusat KK ke airport dan dari airport ke pusat Kota Tawau yang lumayan jauh. Karena bus dan pengemudinya ok, perjalanan selama 12 jam tidak terasa lama tau² sudah sampai.
Dari KK bus melewati Kundasang - Ranau - Telupid - Kinabatangan - Lahat Datu - Kunak - Tawau. Ada yang bikin bergetar hatiku ketika melintasi jalan Kundasang - Ranau. Ada apa gerangan ?
Gunung Kinabalu (4095 mdpl), ya betul ... gunung ini yang bikin aku terpukau jika memandangnya. Sudah dua kali aku lewat sini, hati selalu kesengsem dan ingin sekali mendakinya. Allah dengan mudahnya menancapkan tanda² kekuasaanNYA dimana DIA kehendaki, lengkap dengan segala keindahan landscape nya. Mashaallah, begitu indah & agungnya CiptaanMU. Semoga dalam waktu dekat Allah mengabulkan keinginanku treking ke salah satu gunung tertinggi di Asia Tenggara ini. Aamiin.
Aktivitas di hari berikutnya yakni menjelajahi Kota Tawau mulai dari Terminal Bus, Terminal Ferry, Pelabuhan Penyebrangan, Pasar Ikan, UTC, Masjid Bandar, ke Konsulat RI, tukar uang dan shalat di Masjid Agung Al Kauthar. Setelah itu istirahat full biar badan tetap fresh buat esok pagi persiapan ngebolang lagi ke Pulau Sebatik.
Tepat pukul 6 pagi, kami check out dari Hotel Dream, titip bag dan meluncur jalan kaki ke Pelabuhan Penyeberangan di sebelah Pasar Ikan Tawau. Kami mau ke Sebatik dengan speed boat ke Aji Kuning (20 RM). Boat langsung berangkat. Penumpangnya hanya 4 orang. Namanya juga speed boat, jalannya pasti cepat dan ada goncangan bila bertemu gulungan gelombang air laut. Sesekali muncratan air laut pun mengenai kami. Biar aman, posisi duduknya harus seimbang dan tidak banyak bikin gerakan, pakai pelampung dan tetap waspada.
Di tengah perjalanan, boat kami dicegat oleh kapal patroli Diraja Malaysia. Semua penumpang diperiksa dokumen imigrasi/IC dan barang bawaannya. Hasil pemeriksaan aman, boat dipersilakan melanjutkan perjalanan lagi. Boat memasuki alur Sungai Aji kuning. Dalam 20 menit kami merapat di dermaga Desa Aji Kuning. Berjalan sedikit di situ ada Pos Jaga milik TNI, itu adalah pos di dekat patok perbatasan RI - Malaysia. Kami dipersilakan lanjut untuk menikmati segala keunikan Pulau Sebatik.
Sebelum menjelajah singkat, kami mampir sarapan dan ngopi di warung makan milik penduduk asal Bugis. Warga asal Bugis Makassar memang mendominasi daerah Sebatik dan Tawau. Kami seakan bukan sedang di Malaysia tapi seperti negeri sendiri di Sulawesi Selatan. Apalagi kalau waktunya shalat berjamaah di masjid atau berada di pasar, suasananya seperti sedang berada di Sulawesi Selatan. Kedua tempat tersebut merupakan tempat berkumpul warga asal Bugis Makassar.
Rumah 2 Negara merupakan sebuah rumah yang bagiannya berada di dua negara, Indonesia dan Malaysia. Separuh rumah (teras, ruang tamu, kamar dan tempat shalat) berada di wilayah Indonesia. Dan yang separuh lagi (ruang tengah keluarga, ruang makan dan dapur) berada di wilayah Malaysia. Yang bagian depan adalah jalan raya, sedangkan bagian belakang adalah sungai Aji Kuning. Memang unik keberadaan rumah mungil ini dan tentu ada sejarahnya sampai terkenal begini.
MASUK DARI TAWAU (MALAYSIA) KE NUNUKAN (INDONESIA)
Kami hanya sebentar di Sebatik kemudian balik lagi ke Tawau dengan speed boat. Meski begitu, hatiku puas sudah mampir ke "Rumah 2 Negara", Pos TNI, Tugu Garuda dan bertemu saudara² sebangsa di Aji Kuning. Dari dermaga penyebrangan aku lanjut beli tiket ferry tujuan Nunukan. Kami pilih pemberangkatan pukul 12.30 (Ferry MV. Mid East Express). Harga tiket total @130 RM atau setara 450 K Rupiah (mehong Bro). Cara belinya cuma tunjukkan paspor dan bukti vaksin 3X.
Ferry melaju lancar tanpa hambatan dan dalam 2 jam kami tiba di Pelabuhan Tanon Taka Nunukan. Proses keluar pelabuhan perlu waktu karena ada deteksi barang oleh anjing pelacak, pemeriksaan dokumen vaksin lewat "PeduliLindungi", cap paspor masuk Indonesia dan pemeriksaan barang bawaan oleh Bea & Cukai. Keluar pelabuhan kami jalan kaki ke arah kanan yakni gapura pelabuhan Jl. Tien Soeharto. Disitu aku menukar uang Ringgit ke Rupiah. Tukarnya cukup pada orang² penjual jasa penukaran uang bukan di money changer pada umumnya. Rasa perut lapar kuisi dengan Coto Makassar lanjut beli tiket kapal Pelni tujuan Balikpapan untuk lusa dan cari hotel di dekat situ. Alhamdulillah ga perlu kemana², semua urusan sudah 'one stop service' di sekitar Port of Tanau Taka Nunukan.
Sekarang saatnya menikmati Nunukan selama dua hari. Daerah ini memiliki keunikan sendiri yang perlu aku gali. Sebagai sebuah pulau kecil yang berhadapan langsung dengan Pulau Sebatik yang terbagi dua antara RI - Malaysia, otomatis barang kebutuhan hidup jadi mahal. Ya semuanya mahal, sebut saja misalnya harga secangkir teh tawar minimal 5 K, angkot (taxi) minimal 10 K, gas melon yang di Jawa cuma 18 K disini minimal 35 K sampai 50 K, buah²an juga mahal. Barang² kebutuhan banyak datang dari negeri jiran. Uniknya, warga lokal menganggap hal ini biasa² aja. Itu realita hidup yang harus dijalani setiap hari. Di beberapa pelosok Nunukan banyak warganya menanam rumput laut yang biasa dipanen setiap 40 hari sekali. Di tahun 2022 ini harganya tinggi sampai 30 K/kg tergantung basah keringnya. Pengusaha tinggal mengepul hasil rumput laut dari warga dan jumlahnya dikalikan dengan harga yang berlaku. Hasilnya pun bakal luar biasa.
Dari KALIMANTAN UTARA to KALIMANTAN TIMUR. YA SUDAHLAH
Pulau Sebatik, Pulau Nunukan, Pulau Tarakan, Samarinda sampai Balikpapan sebelumnya masuk di dalam satu wilayah yang sama yakni Kalimantan Timur (Kaltim). Setelah dimekarkan maka Pulau Sebatik, Pulau Nunukan dan Tarakan dipisahkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Perjalanan kami belum berakhir, saatnya bergeser lewat laut dari Nunukan (Kaltara) ke Balikpapan (Kaltim) dengan Kapal Pelni yang sangat mengasyikan. Apalagi berada di kelas ekonomi kita bisa berinteraksi dengan banyak orang. Berbagai karakter dari daerah berbeda² ada dalam kapal ini. Orang jualan banyak di atas kapal, apa saja ada di sini seperti pakaian, makanan, gadget dan mainan anak². Itulah hidup di Indonesia memang sangat mengasyikan.
Hari itu ada yang merasa sedih di tanggal terakhir Bulan Juni, yaitu istriku. Dia tau betul kalau hari itu adalah hari milad ku yang ke-60. Aku sendiri mah biasa aja sama seperti tahun² sebelumnya tidak pernah bikin sesuatu untuk itu. Tapi yang namanya tambah usia, aku harus mengevaluasi diri untuk hidup lebih baik dari sekarang, lebih hati², lebih bermanfaat buat keluarga & orang lain.
Terus terang, aku belum pernah bikin acara milad, apalagi pakai tiup lilin segala (nggak akh ... sambil tutup wajah). Cuma anak & istriku ada kalanya suka bikin kejutan kecil²an. Tapi sayang, bagaimana pun gerak geriknya sudah kebaca duluan. Ntahlah, gpp aku dibilang kampungan karena selalu menolak kalau dibikinkan macam² oleh anak istriku, termasuk kalau ada kado²an segala. Alasannya aku ga mau merepotkan mereka. Aku mengerti, mereka ingin memberi sesuatu sebagai simbol kasih sayang padaku. Begitulah wujud sayang mereka padaku yang merasa telah dinafkahi, dilindungi, dinasehati, dibesarkan dan hidup bersama².
Di hari itu aku mesem² ketika istriku membawa dua nasi kotak jatah makan pagi dari kapal. Aku bilang, wah enak nih dimakan bareng buat acara miladku. Aku dipeluk istriku. Dia meneteskan air mata dan terdengar lirih berdoa di telingaku. Sedangkan anak, mantu dan cucuku video call memberi ucapan milad padaku. Aku hanya bilang terima kasih doa²nya ya ... Maaf, kali ini Bapak sengaja menghindar dari kalian karena kuatir dikasih apa². Wkwkwk
Setelah mengarungi lautan selama 27 jam, kami tiba di Pelabuhan Semayang Balikpapan sekitar pukul 00.00. Order Maxim dari titik yang dikenal menuju hotel. Aku pilih stay di Hotel Simpatik persis sebelah Markas Brimob Jl. Sudirman. Hotelnya oke dikelola secara syariah dan lokasinya dekat mall terbesar di Balikpapan. Menginap dua malam di situ, paginya ke Masjid Islamic Center Balikpapan. Masjid ini juga yang terbesar di Balikpapan.Esoknya gayung bersambut setelah ngobrol dengan driver online, siang ini dia mau pulang kampung ngantar istri & anaknya ke Penajam Utara. Dengar begitu, langsung aku sambut bilang kalau kami punya rencana kesana besok pagi. Setelah diskusi singkat, akhirnya kami sepakat berangkat pada pukul 2 petang. Dalam mobil sewaan ada aku & istri serta driver bersama anak istrinya (300 K). Tujuanku kesana ingin melihat "Titik Nol Nusantara" yang direncanakan pemerintah membangun Ibu Kota Negara baru (IKN). Untuk menuju kesana tidak ada angkutan umum kecuali sewa. Kendaraan umum ada hanya sampai Kilometer 38, sedangkan masuknya yang belum ada. Apalagi buat pulang pergi masih sulit transportasinya. Dari Kilometer 38 perlu 50 Km lagi untuk sampai ke Titik 0. Itulah sebabnya aku ingin pergi bersama driver ini karena dia orang sana yang tahu kondisi setempat.
Akhirnya kami tiba di area calon IKN baru setelah menempuh 2 jam perjalanan. Uniknya, dia sendiri asli orang Sipaku Penajam Paser Utara tapi belum pernah masuk ke Titik Nol. Bukan dia saja, warga Balikpapan pun banyak yang belum pernah kesana. Sejak ditetapkan sebagai IKN, malah orang dari Jawa dan daerah lain sudah banyak yang melancong kesini. Spot Titik Nol hanya diijinkan masuk pada hari libur, sabtu dan minggu. Selain weekend dilarang masuk karena akan mengganggu alat² berat dan truk mondar mandir membawa material IKN/kayu hasil hutan industri
Kami hanya penasaran ingin tau apa & bagaimana Titik Nol Nusantara. Setelah itu meluncur ke daerah Desa Kenangan Tanjung Harapan - Maridan yang masih di Penajam Paser Utara juga. Ga taunya istriku punya famili yang tinggal dekat situ, itu pun kami diberitahu dalam perjalanan. Mereka ada hubungan famili dengan istriku dan kami sering bertemu di Jawa. Kami taunya mereka tinggal di Balikpapan dan tidak mengira kalau mereka tinggal disitu. Otomatis trip kami mendadak harus dirubah di saat itu juga. Semula akan langsung balik ke Balikpapan dengan mobil sewaan dari IKN ke Km 38. Karena tahu begini, kuputuskan menginap semalam di rumah famili istriku. Ternyata rumah mereka hanya berjarak satu kilometeran dari rumah driver, sehingga tidak sulit untuk menemukannya.
Mereka terkejut luar biasa melihat kehadiran kami di kediamannya. Katanya seperti mimpi tak percaya bisa ketemu di sini. Karena senang, kami pun dijamu dengan berbagai makanan dan diminta untuk bermalam di rumahnya. Banyak cerita kesana kemari selama kami berada di Desa Kenangan Sepaku. Esok paginya, kami kembali ke Balikpapan dengan speed boat (300 K) dari Dermaga Tanjung Harapan. Dalam 30 menit boat merapat di Dermaga Kampung Baru Balikpapan.
Sayang juga sih kamar nganggur begitu aja, dari kemarin sampai hari ini ga kami tempati. Namanya juga perubahan mendadak, rencana semula ke Titik 0 Nusantara (pp) hari itu juga. Berubah menjadi menginap di daerah situ. Kamar hotel di Balikpapan hanya kami gunakan untuk mandi sebelum waktunya check out. Setelah itu lanjut ke Samarinda dengan bus (35 K). Tidak sampai 3 jam kami tiba di Samarinda lantas menuju ke penginapan yang sudah ku-booking online untuk 2 malam.
REKOR JAM TERBANG PENGEMUDI BUS 'DITUMBANGKAN' OLEH PENUMPANG
Esok paginya kami dijemput oleh teman anakku Mas ghil yang kukenal sewaktu dia bekerja di Malang. Dia tahu kami di Balikpapan dari postingan instagram dan sempat kirim message "Kalau ke Samarinda kabari ya Om", katanya. Sahabatku yang lain juga begitu, dia kirim message, "Kok Samarinda cuma dilewati." Setelah kami tiba dan dapat penginapan, barulah aku kasih kabar sahabat²ku itu. Kami dibawa keliling, sarapan dan ngopi di seputaran Samarinda. Dan akhirnya kuminta didrop di Islamic Center Samarinda.
Urusan tiket bus beres, berikutnya ambil laundry dan sekalian makan siang di Warung Tudai milik sahabatku Abang Firdaus. Sambil menikmati makanan, kami ditemaninya yang sudah saling kenal di sosmed tapi belum pernah bertemu sama sekali. Kami asyik berkisah tentang passion yang sama yakni traveling, kisah kehidupan dan cerita ringan lainnya. Rasa hormat dan terima kasih kami sampaikan ketika quality time di Balikpapan bersama beliau sambil menikmati kulineran Warung Tudai yang free buat kami. Jazakumullah Bang Fir & Istri.
Kami pamitan menuju penginapan di sekitar Taman Bekapai, beristirahat sehari semalam sambil menerima kunjungan family yang datang ke penginapan. Esoknya tetanggaku dari Malang yang tinggal di Balikpapan juga mengajak kami sarapan nasi kuning dan mie tuna sambil bercerita ringan sebagai selingannya. Terima kasih Pak & Bu Yanto traktirannya, jazakumullah.
Hampir dua hari sekali kami harus pindah kota. Bahkan ada yang sehari harus geser ke lokasi lain. Di awal malam itu kami menuju Kota Banjarmasin dengan Bus Samarinda Lestari yang masih satu group dengan Bus Pulau Indah (235 K). Ke Banjarmasin perlu waktu sekitar 12 jam, menyebrangi Teluk Balikpapan dengan ferry dari Kariangau ke Penajam. Selanjutnya bus melewati jalur Patotkuara - Muarauja - Kandangan - Rantau - Binoeang - Mataraman - Martapura/Banjarbaru - Banjarmasin.
MENAPAKKAN KAKI DI TANAH BANJAR KALIMANTAN SELATAN
Kami bersyukur tak putus²nya karena perjalanan kami selalu dimudahkan Allah. Bus Samarinda Lestari mengakhiri perjalanannya di terminal baru Gambut luar Kota Banjarmasin. Dari situ kami naik Bus Trans Banjarbakula yang masih tahap uji coba (Free) ke Halte 0 Km Taman Siring. Trans Banjarbakula disebut juga TEMAN BUS singkatan dari 'Transportasi Ekonomis Mudah Andal dan Nyaman'. Baru saja kami menapak turun di Halte KM 0 langsung ada tantangan sate ayam khas Banjar yang muncul di depan mata. Sebelumnya kami memang berniat mau cari makan karena belum sarapan. Aku buru² pesan dua porsi sate ayam plus lontong, maknyus rasanya (seporsi 18 K). Dari situ order mobil online (12 K) menuju Pop ! Hotel (275 K).
Esoknya sarapan di pinggiran Sungai Martapura "Depot Soto Banjar Haji Irin". Aku pilih sop dan sate ayam. Berbeda dengan di Jawa, sate ayam di sini tanpa lemak semuanya daging. Potongannya besar², empuk dan enak rasanya. Habis itu geser ke "Taman Maskot Bekantan" yang sama² berada di pinggiran Sungai Martapura. Lokasi ini merupakan tempat mangkalnya perahu klotok. Sedangkan di depan Depot Haji Irin adalah Pasar Terapung Banjarmasin dan tempat mangkalnya perahu klotok jarak jauh.
Tak dapat disangkal lagi, dimana mana ada Soto Banjar, sate dan Sop Ayam Banjar. Kalau di Banjarmasin dan sekitarnya menunya itu² aja yang bakal bikin bosan. Kami pilih variasi lain karena masih banyak kok yang tersedia di kota ini seperti masakan Jawa atau Minang. Buah²an menjadi pilihan dikonsumsi biar ga bosan. Nanas, pisang atau rambutan ada dimana mana.
Rencana pulang ke Malang sebelum Idul Adha ga bisa terwujud karena sama sekali belum eksplor Kota Banjarmasin dan sekitarnya. Lagian harga tiket pesawat mahal menjelang Idul Adha. Kembali ke Malang kami tunda dua hari setelah Idul Adha. Kami pulang ke Malang lewat Surabaya dengan Kapal Dharma Lautan Utama (DLU). Aku beli tiket langsung di Kantor Cabang nya di Banjarmasin. Pembeliannya simpel ga seperti beli tiket kapal yang lain. Prosesnya cuma 10 menit untuk dua tiket, pembeliannya disertai dengan KTP.
Sisa waktu di Banjarmasin kumanfaatkan ke Martapura. Berangkatnya habis jumatan dari Halte KM 0 Taman Siring dengan TEMAN BUS yang masih gratis. Bus ini tujuannya ke Terminal Utama Gambut yang jaraknya sekitar 20 Km dari Banjarmasin. Dari situ transit ganti TEMAN BUS yang lain menuju Banjarbaru jaraknya sekitar 17 Km, lalu turun di dekat Taman Vander Pijl. Di situ tempat mangkalnya angkot warna hijau tua tujuan Martapura. Ongkosnya 5 K. Aku turun di Masjid Agung Al Karomah.
Akhirnya check out juga dari Pop ! Hotel semata mata agar jaraknya lebih dekat dengan Masjid Raya. Move ke hotel yang baru, Mira namanya (200 K). Lokasinya selurusan aja ke masjid, agar esok lebih gampang berangkat Shalat Idul Adha nya. Benar aja, esoknya jamaah banyak sekali berbondong bondong menuju masjid. Beruntung kami berangkat lebih awal sehingga masih kebagian tempat. Tidak perlu waktu yang lama, lapangan besar di bagian barat masjid sebentar aja sudah dipenuhi jamaah. Shalat Idul Adha yang semula akan dimulai pukul 7 pagi diundur 30 menit, untuk memberi kesempatan pada jamaah yang masih aja berdatangan.
Lagi enak² santai di pinggiran Sungai Martapura, tiba² ada sms masuk. Sms dari Dharma Lautan Utama (DLU) memberitahukan kalau Kapal Rucitra 1 berangkatnya diundur dari pukul 23.00 menjadi 06.00 esoknya. Otomatis aku harus eksten hotel sehari lagi. Agar lebih aman aku pindah hotel lain di dekat pelabuhan. Hotelnya cuma kelas melati doang tapi sangat aman apabila ada kabar² baru tentang pemberangkatan kapal. Dari hotel ke Pelabuhan Trisakti sekitaran 150 meter aja. Ternyata perubahan waktu berangkat sampai 3X, pukul 08.00, 10.00 dan yang terakhir jadi pukul 11.00 siang.
Aku check in di pelabuhan lebih awal. Setelah itu balik ke hotel santai² dan cari sarapan sampai menjelang masuk ke kapal. Kapal Dharma Rucitra 1 meluncur dari Pelabuhan Trisakti pukul sebelas siang kurang sedikit. Berada di kapal yang pelayanannya baik penuh fasilitas sangat menyenangkan. Sehingga berlayar selama 18 jam terasa sebentar aja. Kapal sandar di Gapura Surya Nusantara tepat pukul tujuh pagi berarti ada delay 3 jam karena harus tunggu antrean sandar. Perjalanan kami akhiri dari Surabaya menuju Malang hometown yang telah lama kami rindukan. Alhamdulillah, kami ditawari oleh kenalan di kapal kalau dia berserta istrinya sudah sewa mobil dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Kepanjen. Kami cuma sharing biaya 200 K untuk 2 orang, mobil sewaannya cus meluncur mulus ke Malang.
KESIMPULAN :
Selama 33 hari kami mengelilingi 5 provinsi Pulau Kalimantan plus 2 negara bagian Malaysia yakni Serawak dan Sabah.
Shalat di 32 masjid, stay di 16 hotel dan menggunakan hampir semua moda transportasi : ferry, pesawat, kapal laut, speed boat, kapal klotok, bus, travel, bas van, ojek/car online, mobil sewa, angkot dan taxi.
Sedangkan biaya yang kami keluarkan sampai saat ini masih dihitung. Wkwkwk
I ❤️ Beautiful Indonesia
Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
1 comment:
Mantap Pak .. semoga bisa ikut jejaknya
Post a Comment